Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) Richard Joost Lino hadir sebagai saksi dalam rapat Pansus Angket Pelindo II, di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, kemarin. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Panitia Khusus Angket PT Pelindo II mencecar Richard Joost Lino, Direktur Utama PT Pelindo II, mengenai notulensi perubahan kontrak Jakarta International Container Terminal (JICT) dengan Hutchison Port Holdings (HPH).
Seharusnya, kerja sama pengelolaan terminal peti kemas berlangsung dari 1999-2019. HPH mengelola JICT dengan mendapatkan saham 51 persen, sedangkan Pelindo II mendapat jatah saham 48,9 persen dan 0,1 persen bagian Koperasi Pegawai Kemaritiman.
Namun, kontrak itu telah diperbaharui pada Agustus 2014 dan diperpanjang hingga 2038. Di kontrak itu, HPH mendapat saham sebesar 49 persen dan pemerintah Indonesia mendapat saham 51 persen.
Anggota Pansus Angket PT Pelindo II Nasril Bahar mengatakan seharusnya ada notulensi rapat umum pemegang saham (RUPS) yang mendasari perubahan dan mempercepat perpanjangan kontrak tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Notulensi sebagai bukti adanya kebijakan otorisasi JICT. Namun belum jelas apa yang mendasari perubahan konsesi pengelolaan JICT selama 20 tahun," kata Nasril Bahar di Ruang Rapat Pansus C DPR RI, Jakarta, Jumat (4/12).
Karenanya, Pansus Angket Pelindo II meminta notulensi RUPS itu. Namun, Lino mengatakan notulensi tidak menjadi keharusan dalam kerja sama dengan pihak asing. Jawaban Lino memicu perdebatan.
Nasril mengatakan seluruh perusahaan di Indonesia, terutama Pelindo selaku anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), harus mengikuti aturan hukum yang berlaku, yakni melaporkan proses itu ke Kementerian Hukum dan HAM dan Badan Koordinasi Penanaman Modal.
"Apabila ada anak bangsa yang tidak setuju dengan undang-undang maka apakah dia berhak ada di Indonesia," ujarnya.
Seharusnya, JICT akan menjadi 100 persen milik pemerintah Indonesia apabila kontraknya dengan HPH berakhir pada 2019 mendatang.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan meminta Menteri BUMN Rini Soemarno agar pelabuhan yang masa konsesinya akan habis, tidak lagi dikerjasamakan dengan asing. Menurutnya, 20 tahun adalah waktu yang cukup agar pelabuhan peti kemas dikelola Indonesia secara mandiri.(sip)