Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menyebutkan bahwa taipan minyak Riza Chalid telah meninggalkan Indonesia sejak empat hari yang lalu. Padahal, Riza harus menjalani pemeriksaan penyelidikan Kejaksaan Agung terkait perkara dugaan pemufakatan jahat yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto saat bertemu Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.
"Beberapa waktu lalu, empat hari lewat," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (8/12).
Yasonna mengatakan pihaknya bersama Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Badrodin Haiti telah diberi perintah oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melacak keberadaan Riza.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yasonna memastikan bahwa meski masih menjadi warga negara Indonesia (WNI), saat ini Riza tidak sedang berada di Indonesia. “Punya paspor di Indonesia, tapi sudah tidak di Indonesia," ujar Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (8/12).
Yasonna mengatakan, belum ada pencekalan yang akan dilakukan, karena belum ada surat perintah pencekalan secara resmi. "Tanya Pak Kapolri, tanya Jaksa Agung, tanya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) kalau ada. Kan belum ada surat," ujarnya.
Dia pun memastikan bahwa kementeriannya akan berkoordinasi dengan pihak kepolisian jika sudah ada perintah langsung untuk melakukan proses penegakan hukum terhadap Riza.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah mengirimkan surat pemanggilan kepada Riza untuk diperiksa dalam penyelidikan perkara dugaan pemufakatan jahat yang dilakukan Setya saat bertemu Maroef.
Riza awalnya diminta untuk hadir dalam penyelidikan pada Senin (7/12) kemarin. Namun, ia dikabarkan tak bisa hadir tanpa memberikan keterangan kepada penyelidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAMpidsus).
"Kalau tidak salah beliau (Riza) sudah diundang ya untuk kemarin, tapi beliau belum hadir," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Amir Yanto di Kejagung, Jakarta, Selasa (8/12).
Amir mengakui sulit pemanggilan terhadap Riza bisa dihadiri oleh yang bersangkutan. "Saya kira susah orangnya. Dia selalu menghilang dari kerumunan, keramaian," kata Amir.
Kejagung pun, menurut Amir tidak bisa melakukan pemanggilan secara intens terhadap Riza. "Ya kan penyelidikan tidak bisa upaya paksa," ucapnya.
Hingga saat ini Kejagung sudah memanggil Maroef dan Menteri ESDM Sudirman Said untuk diperiksa terkait penyelidikan perkara dugaan pemufakatan jahat tersebut.
Sudirman telah menjalani pemeriksaan pada Senin pagi lalu. Sementara Maroef telah dipanggil pada Rabu (2/12) malam, Kamis (3/12) pagi, dan Jumat (4/12) dini hari. Hari ini, Maroef kembali dipanggil penyelidik untuk dimintai keterangan lanjutan dalam perkara yang sama.
Menurut Amir, Sudirman seharusnya dipanggil untuk diselidiki JAMpidsus pada hari ini. "Tapi karena beliau (Sudirman) kooperatif dan ada waktu maka kemarin sudah hadir," katanya.
Kejagung saat ini sedang menyelidiki dugaan terjadi permufakatan jahat berujung tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan Setya Novanto. Permufakatan jahat yang diselidiki sesuai isi Pasal 15 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Perkara dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo oleh Setya mulai terungkap setelah Sudirman melaporkan hal tersebut ke MKD, 16 November lalu.
Dalam laporannya, Setya disebut telah mencatut nama Presiden untuk mengamankan perpanjangan kontrak karya Freeport yang akan habis masanya pada 2021. Pencatutan dilakukan saat Setya Novanto bertemu Maroef dan Riza Juni lalu.
Hingga saat ini, MKD diketahui masih membahas perkara tersebut secara internal. Belum ada sanksi atau putusan yang dikeluarkan MKD menanggapi laporan Sudirman.
(obs)