Jakarta, CNN Indonesia -- Bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menjalani sidang perdana kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) termasuk dengan pembelian saham PT Garuda Indonesia Tbk di Pengadilan Tipikor, Jakarta, hari ini.
Nazaruddin didakwa telah menerima hadiah berupa 19 lembar cek yang jumlah seluruhnya senilai Rp 23.119.278.000 dari PT Duta Graha Indah (DGI) yang diserahkan oleh Mohamas El Idris.
Selain itu, dia juga didakwa telah menerima uang tunai yang jumlah seluruhnya sebesar Rp 17.250.750.744 dari PT Nindya Karya yang diserahkan oleh Heru Sulaksono.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemberian tersebut merupakan imbalan karena Nazaruddin telah mengupayakan PT DGI dalam mendapatkan beberapa proyek pemerintah tahun 2010, yaitu proyek pembangunan gedung di Universitas Udayana, Universitas Mataram, Universitas Jambi, Badan Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayanan (BP2IP) Surabaya Tahap 3, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sungai Daerah Kabupaten Darmasraya, gedung Cardiac Rumah Sakit Adam Malik Medan, Paviliun RS Adam Malik Medan, RS Inspeksi Tropis Surabaya, RSUD Ponorogo, serta imbalan karena telah mengupayakan PT Nindya Karya dalam mendapatkan proyek pembangunan Rating School Aceh serta Universitas Brawijaya pada tahun 2010.
Sekitar akhir tahun 2009 hingga awal tahun 2010, Nazaruddin disebut telah melakukan beberapa kali pertemuan dengan pihak PT DGI, yaitu Dudung Purwadi dan Muhamad El Idris di gedung Graha Anugrah maupun di gedung Tower Permai.
"Pada pertemuan itu Dudung Purwadi dan Muhamad El Idris meminta bantuan agar PT DGI bisa mendapatkan beberapa proyek yang dibiayai dari anggaran pemerintah tahun 2010. Atas permintaan tersebut, terdakwa menyanggupi dan meminta imbalan kepada pihak PT DGI sebesar 21 hingga 22 persen dari nilai kontrak proyeknya," kata Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kresno Anto Wibowo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (10/12).
Nazaruddin kemudian memperkenalkan anak buahnya, Mindo Rosalina Manulang (marketing Permai Grup) yang berhubungan dengan PT DGI terkait upaya pengurusan proyek tersebut.
Mindo diperintahkan untuk menyiapkan usulan proyek dari para satuan kerja pemerintah pengguna anggaran (calon penerima proyek). Usulan proyek tersebut kemudian dibawa Nazaruddin untuk dilakukan pembahasan anggarannya di Badan Anggaran DPR RI.
"Terdakwa juga memperkenalkan Mindo Rosalina Manulang dengan beberapa rekannya anggota Badan Anggaran DPR RI, salah satunya adalah Angelina Sondakh supaya Mindo dapat berhubungan langsung dalam pengurusan anggaran termasuk menyiapkan dana dukungan agar proyek-proyek tersebut disetujui dalam rapat pembahasan di Badan Anggaran DPR RI," kata Jaksa Kresno.
Setelah PT DGI mendapatkan proyek-proyek tersebut, Nazaruddin memerintahkan Mindo menagih komitmen imbalan kepada PT DGI sebagaimana perjanjian sebelumnya.
Dia juga memerintahkan Yulianis (wakil direktur keuangan Permai Group) untuk mencatat total komitmen imbalan yang ditagihkan kepada PT DGI dan melaporkan hasil penerimaannya.
Mindo lalu menemui Muhamad El Idris untuk menagih imbalan tersebut. Muhamad El Idris merealisasikan pemberian imbalan kepada Nazaruddin yang diterima melalui Yulianis dan Oktarina Furi (staf di bagian keuangan Permai Grup) di gedung Tower Permai.
Realisasi pemberian imbalan tersebut dibagi menjadi tujuh bagian. Pertama, realisasi sebagian komitmen imbalan atas proyek pembangunan gedung RS Pendidikan Universitas Udayana tahun 2010 berupa dua cek sebesar Rp 1.016.500.000 dan Rp 1.198.400.000.
Kedua, realisasi sebagian komitmen imbalan atas proyek pembangunan gedung RS Pendidikan Universitas Mataram tahun 2010 berupa tiga lembar cek senilai Rp 1.230.500.000, Rp 652.700.000, dan Rp 753.800.000.
Ketiga, realisasi sebagian komitmen imbalan atas proyek pembangunan gedung RS Pendidikan Universitas Jambi tahun 2010, berupa lima cek sejumlah Rp 856.000.000, Rp 941.600.000, Rp 1.658.500.000, Rp 845.300.000, dan Rp 930.956.000.
Keempat, realisasi sebagian komitmen imbalan atas proyek pembangunan gedung BP2IP Surabaya tahap ketiga tahun 2010, berupa tiga lembar cek senilai Rp 1.123.500.000, Rp 1.374.950.000, dan Rp 1.679.900.000.
Kelima, realisasi sebagian komitmen imbalan atas proyek pembangunan gedung RSUD Sungai Dareh Kabupaten Darmasraya tahun 2010, berupa empat cek senilai Rp 1.979.500.000, Rp 1.177.000.000, Rp 1.893.280.000, dan Rp 1.530.100.000.
Keenam, realisasi sebagian komitmen imbalan atas proyek pembangunan gedung Cardiac RS Adam Malik Medan tahun 2010 berupa satu lembar cek senilai Rp 1.348.679.000.
Ketujuh, realisasi sebagian komitmen imbalan atas proyek pembangunan Paviliun RS Adam Malik Medan tahun 2010 senilai Rp 928.113.000.
Mindo juga diperintahkan Nazaruddin menghubungi Heru Sulaksono untuk menagih realisasi komitmen imbalan atas proyek yang dikerjakan PT Nindya Karya.
Imbalan itu diambil langsung oleh Ade Susanto (staf keuangan Permai Grup) di kantor PT Nindya Karya.
Realisasi sebagian komitmen imbalan atas proyek pembangunan gedung di Universitas Brawijaya tahun 2010 diterima sebanyak empat kali, senilai Rp 2 miliar, Rp 2 miliar, Rp 2 miliar, dan Rp 3,2 miliar.
Sementara, realisasi sebagian komitmen imbalan atas proyek pembangunan Rating School Aceh tahun 2010, diterima sebanyak tiga kali, dan senilai Rp 2.458.477.822, Rp 2.458.477.822, dan Rp 3.073.097.500.
Untuk kasus ini, Nazaruddin diancam pidana dalam pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (primair) serta pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (subsidiar).
(meg)