Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam setiap unjuk rasa buruh, aparat kepolisian hampir selalu bersikap represif. Buruh ditangkap, dipukuli, gas air mata disemprotkan, terkadang mobil komando pun dirusak. Untuk itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai, perlu ada unit khusus perburuhan di kepolisian.
Advokat Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nelson Nikodemus Simamora mengatakan, keterlibatan polisi serta TNI dalam memberangus kemerdekaan berserikat buruh telah dilegitimasi oleh Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum dalam rangka Keberlangsungan Usaha dan Peningkatan Kesejahteraan Pekerja.
"Inpres ini memberikan mandat kepada kepolisian untuk memantau proses pemantauan dan pelaksanaan upah, menjaga serta menjamin situasi keamanan dan ketertiban masyarakat," kata Nelson saat konferensi pers di LBH Jakarta, Minggu (13/12). Namun yang dilakukan polisi justru sebaliknya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, pendekatan polisi terhadap pengusaha dilihat Nelson sangat berbeda. "Terbukti laporan buruh atas pelanggaran ketenagakerjaan yang dilakukan buruh tidak pernah diproses secara serius," ujarnya. Ia melihat adanya indikasi perlakuan imun terhadap pengusaha yang melakukan tindak pidana ketenagakerjaan pelanggaran upah dan kemerdekaan berserikat.
Direktur LBH Jakarta, Alghiffari Aqsa menganggap polisi semakin arogan dalam membatasi kemerdekaan berserikat buruh.
LBH Jakarta mencatat, sepanjang 2015 terjadi peningkatan jumlah pengaduan terkait kasus hubungan kerja, pelanggaran normatif, serta pelanggaran hak berserikat. Pengaduan hubungan kerja meningkat dari 115 pengaduan pada 2014 menjadi 126 pengaduan pada 2015.
Sementara itu, pengaduan hak normatif meningkat tipis dari 71 pengaduan pada 2014 menjadi 72 pengaduan pada 2015. Pengaduan pelanggaran hak berserikat tetap berjumlah tujuh pengaduan dalam dua tahun terakhir. Akan tetapi, jumlah individu pencari keadilan meningkat drastis dari 173 orang pada 2014 menjadi 1.847 orang pada 2015.
LBH Jakarta pun menilai, perlu ada audit menyeluruh di lingkungan TNI dan penghapusan kebijakan yang militeristik, seperti banyaknya nota kesepahaman yang diproduksi TNI bersama pengusaha.
(rsa)