Jakarta, CNN Indonesia -- Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Nur Kholis mengatakan kecewa dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tidak juga memenuhi janjinya untuk menyelesaikan pelanggaran berat HAM masa lalu.
"Saya berharap Presiden minta maaf. Memang ini mengecewakan. Namun, kami tetap berusaha menjaga agar kasus-kasus pelanggaran berat HAM tetap diingat oleh kepala negara," kata Nur Kholis dalam lokakarya internasional bertajuk "Tortured and Enforced Disappearances in Asia" di Jakarta, Senin (14/12).
Nur Kholis berpendapat Jokowi adalah sosok Presiden yang paling memungkinkan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran berat HAM masa lalu yang selama ini terbengkalai. Sebabnya, Jokowi mempunyai latar belakang yang tidak ada kaitannya dengan kasus tersebut.
"Indonesia termasuk beruntung karena punya aktivis di lingkungan istana. Misalnya, ada Teten Masduki yang sebelumnya merupakan aktivis antikorupsi, ada pula Pratikno yang merupakan akademisi UGM," katanya.
Kendati demikian, kata Nur Kholis, di lingkungan Istana juga terdapat orang-orang yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan kasus-kasus pelanggaran berat HAM masa lalu. Oleh karena itu, ia menilai penyelesaiannya pun tidak akan dapat dilakukan secara cepat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perlu adanya ikatan solidaritas, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di kawasan Asia untuk mencari jalan keluar. Kalau modal itu terbangun lalu kami hubungkan dengan peta kekuasaan di Istana sekarang, kami bisa dapatkan hasil yang menggembirakan," katanya.
Di sisi lain, Ruyati Darwin, ibunda Eten Karyana yang salah satu korban pada kerusuhan Mei 1998, mempertanyakan kesungguhan Jokowi menepati janjinya untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM.
Sudah delapan tahun lamanya Ruyati berdiri di depan Istana sebagai bentuk protes akan ketidakpedulian negara menyelesaikan persoalan tersebut. Ia menyatakan kecewa betul dengan sikap Jokowi yang seakan lupa akan janjinya saat kampanye.
"Apakah Jokowi selama ini tidak lihat? Saya adalah seorang ibu yang kehilangan anak yang seharusnya jadi tumpuan saya di hari tua. Sampai sekarang pun saya tidak mendapatkan keadilan itu," katanya sambil terisak.
Sejauh ini, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat ada tujuh kasus pelanggaran HAM berat di masa lampau yang belum juga terselesaikan.
Tujuh kasus tersebut adalah tragedi Semanggi I dan II 1998/1999, kerusuhan Mei 1998, penghilangan orang secara paksa 1997/1998, penembakan misterius 1982-1985, peristiwa 1965-1966, kasus Talangsari-Lampung 1989, dan Wasior Wamena 2001/2003.
(utd)