Jakarta, CNN Indonesia -- Hakim Ad Hoc pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang menjadi calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi, Alexander Marwata, mengaku pernah mendapatkan uang ‘terima kasih’ saat menangani perkara dugaan penyalahgunaan uang negara.
Fakta tersebut terkuak saat Marwata menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR, Jakarta, Senin (14/12). Legislator Gerindra Muhammad Syafii merupakan anggota Komisi III pertama yang mencoba mengkonfirmasi hal tersebut.
"Setelah menyelesaikan perkara, Anda pernah menerima ucapan terima kasih. Ini berbahaya," kata Syafii.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Marwata membenarkan perkataan Syafii. Namun, ia mengatakan hal tersebut terjadi 20 tahun lalu ketika masih menjadi auditor di Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi.
"Setelah lulus dari STAN, ketua tim auditor memberikan uang sekedarnya. Dia bilang itu untuk nonton film. Nilainya tidak signifikan," kata Marwata.
Menurut Marwata, ketua tim auditor kala itu berkata, uang alakadarnya tersebut ia dapat karena berkat kinerjanya, sebuah perusahaan milik negara mendapatkan sistem manajemen yang lebih baik.
Sejak menjadi hakim, Marwata menyatakan tidak pernah menerima imbalan apapun.
"Selama empat tahun menjadi hakim, saya tidak pernah menerima apapun dan berkontak dengan siapapun," tuturnya.
Legislator Demokrat Ruhut Sitompul juga mencecar Marwata terkait jejak rekamnya selama menjadi Hakim Tipikor. Ruhut mencatat, Marwata setidaknya pernah membebaskan empat terdakwa kasus korupsi dan memberikan sepuluh pendapat berbeda (dissenting opinion).
Marwata menjawab, “Saya sering membuat dissenting opinion karena faktanya demikian. Saya tidak mengada-ada. Yang penting uang negara kembali dan ada sanksi bagi terdakwa.”
Usai uji kelaikan dan kepatutan, Marwata mengatakan dinilai tidak layak menjadi pimpinan KPK. Atas pelbagai keputusan kontroversialnya, Marwata pun mendorong masyarakat menggelar eksaminasi.
"Saya tahu saya dinilai tidak laik. Apa yang saya temukan di persidangan, itu yang saya putuskan. Bisa dilakukan eksaminasi terhadap putusan saya," kata dia.
Marwata menjadi Hakim Ad Hoc Tipikor sejak tahun 2012. Lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini pernah menjabat Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM di Kantor Wilayah Hukum dan HAM Provinsi Sumatera Barat serta Direktur Penguatan HAM di Direktorat Jenderal HAM Kemenkumham.
(agk)