Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Marwan Jafar disebut menerima suap dari bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Marwan menerima suap ketika menjadi anggota Komisi V DPR RI periode lalu.
Tudingan suap itu disampaikan mantan anak buah Nazaruddin di PT Permai Grup, Mindo Rosalina Manulang, saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Suap diberikan untuk memuluskan anggaran proyek di DPR yang dikerjakan perusahaan milik Nazaruddin, PT Permai Grup.
Mindo mengatakan, ada banyak anggota DPR yang menerima fee dari Nazaruddin. Selain komisi V, uang tersebut juga mengucur ke komisi VIII dan komisi X. Namun Mindo hanya menyebutkan satu nama. Uang yang diterima Marwan terkait proyek di Kementerian Perhubungan.
"Marwan terima fee, tapi tidak lewat saya tapi lewat kepala badan waktu itu di Kementrian Perhubungan," ungkap Mindo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (16/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mindo mengatakan, fee yang diberikan kepada anggota DPR itu jumlahnya sekitar lima persen dari keuntungan proyek.
"DPR itu minta uang muka terus. (Fee) biasanya 5 persen, lalu kadang nambah 2 persen. Biasanya nanti saya sampaikan ke Pak Nazar kalau ada anggota (DPR) yang minta," ujar Mindo.
Sebelumnya, Nazaruddin juga membenarkan bahwa Marwan menerima uang dari perusahaannya. Sementara yang memberikan uang itu adalah Putra Bungsu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Edhy Baskoro Yudhoyono.
"Yang ngasih duitnya adalah Mas Ibas," kata Nazaruddin usai diperiksa penyidik KPK, Selasa (17/3) silam.
Dalam kasus ini, Nazarudin diduga menerima uang Rp40,3 Miliar, dengan rincian, sebesar Rp23.119.278.000 dari PT Duta Graha Indonesia dan uang Rp17.250.750.000 dari PT Nindya Karya.
"Terdakwa telah mengupayakan PT DGI dalam mendapatkan beberapa proyek pemerintah pada tahun 2010," ujar Jaksa Penuntut Umum KPK, Kresno Anto Wibowo pada sidang sebelumnya.
Proyek yang dimaksud yaitu pembangunan gedung di Univeristas Udayana, Universitas Mataram, Universitas Jambi, Badan Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP21P) Surabaya tahap tiga.
Beberapa kali Nazarudin diketahui melakukan pertemuan dengan pihak PT DGI yaitu Dudung dan Muhammad El Idris. Keduanya meminta Nazarudin meloloskan PT DGI dalam memperoleh proyek yang dibiayai APBN 2010.
"Terdakwa menyanggupi dan meminta imbalan sebesar 21-22 persen dari hasil nilai proyek," kata Kresno.
Selain itu, Nazarudin juga meminta fee kepada PT Nindya Karya terkait proyek pembangunan Rating School Aceh dan proyek pembangunan gedung di Universitas Brawijaya yang akan dianggarkan pada tahun 2010.
"Terdakwa meminta imbalan dari PT Nindya Karya sekitar 22 persen dari nilai proyek," ucapnya.
Selaku anggota DPR RI periode 2009-2014, Nazarudin dilarang menerima gratifikasi. JPU KPK menyatakan, terdakwa telah melanggar pasal 5 dan 4 Undang-Undang Nomer 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara, Pasal 208 ayat 3 Undang-Undang Nomer 27 Tahun 2009 tentang Majelis PermusyawaratannRakyat Daerah Pasal 281 ayat (3) tentang Anggota DPR dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta dilarang menerima gratifikasi.
(sur)