Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Direktur Marketing PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang menyebut sejumlah anggota DPR periode 2009-2014 menerima
fee proyek yang digagas atasannya, Muhammad Nazarudin.
Keterangan itu disampaikan Mindo saat bersaksi dalam persidangan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Nazarudin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, hari ini, Rabu (16/12).
Mindo menyampaikan,
fee yang diberikan kepada anggota DPR itu jumlahnya sekitar 5 persen dari keuntungan proyek.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"DPR itu minta uang muka terus. (
Fee) biasanya 5 persen, lalu kadang nambah 2 persen. Biasanya nanti saya sampaikan ke Pak Nazar kalau ada anggota (DPR) yang minta," ujar Mindo di persidangan.
Ketika itu, Mindo mengaku kerap dikenalkan dengan beberapa anggota Komisi VIII DPR oleh Nazarudin. Beberapa di antaranya Abdul Kadir Karding dan Nurul Iman Mustofa. Mindo menyatakan, Karding dan sejumlah koleganya itu bertugas mengamankan anggaran di Kementerian Agama.
"Mereka ini yang mengamankan di DPR mengenai anggaran di Kementerian Agama," kata Mindo.
Selain Komisi VIII, Mindo juga pernah dikenalkan Nazaruddin kepada anggota Badan Anggaran. Mindo meyatakan, mereka ikut bermain proyek dengan Nazaruddin di sejumlah lembaga. Bahkan mereka menjadi perpanjangan tangan Nazarudin dalam sejumlah proyek.
"Kita kerjasama dengan proyek pada Kementerian Agama seperti proyek pengadaan Al Quran dan Lab IT," katanya.
Hari ini Pengadilan Tipikor menggelar sidang lanjutan Nazaruddin dalam kasus suap proyek untuk PT Duta Graha Indonesia dan PT Nindya Karya. Majelis hakim memeriksa keterangan saksi-saksi dari Permai Grup dan PT Duta Graha Indonesia.
Dalam kasus ini, Nazarudin diduga menerima uang Rp40,3 Miliar, dengan rincian, sebesar Rp23.119.278.000 dari PT Duta Graha Indonesia dan uang Rp17.250.750.000 dari PT Nindya Karya.
"Terdakwa telah mengupayakan PT DGI dalam mendapatkan beberapa proyek pemerintah pada tahun 2010," ujar Jaksa Penuntut Umum KPK, Kresno Anto Wibowo pada sidang sebelumnya.
Proyek yang dimaksud yaitu pembangunan gedung di Univeristas Udayana, Universitas Mataram, Universitas Jambi, Badan Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP21P) Surabaya tahap 3.
Beberapa kali Nazarudin diketahui melakukan pertemuan dengan pihak PT DGI yaitu Dudung dan Muhammad El Idris. Keduanya meminta Nazarudin meloloskan PT DGI dalam memperoleh proyek yang dibiayai APBN 2010.
"Terdakwa menyanggupi dan meminta imbalan sebesar 21-22 persen dari hasil nilai proyek," kata Kresno.
Selain itu, Nazarudin juga meminta fee kepada PT Nindya Karya terkait proyek pembangunan Rating School Aceh dan proyek pembangunan gedung di Universitas Brawijaya yang akan dianggarkan pada tahun 2010.
"Terdakwa meminta imbalan dari PT Nindya Karya sekitar 22 persen dari nilai proyek," ucapnya.
Selaku anggota DPR RI periode 2009-2014, Nazarudin dilarang menerima gratifikasi. JPU KPK menyatakan, terdakwa telah melanggar pasal 5 dan 4 Undang-Undang Nomer 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara, Pasal 208 ayat 3 Undang-Undang Nomer 27 Tahun 2009 tentang Majelis PermusyawaratannRakyat Daerah Pasal 281 ayat 3 tentang Anggota DPR dilarang melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta dilarang menerima gratifikasi.
(rdk)