Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani menilai sistem peradilan Pilkada 2015 tidak akan berjalan maksimal dan memberikan keadilan elektoral secara paripurna. Hal itu salah satunya dikarenakan Mahkamah Konstitusi hanya menangani perkara perselisihan suara saja.
"Ini diperburuk MK yang menyatakan tidak akan memeriksa gugatan kecurangan meskipun penggugat mendalilkan adanya pelanggaran terstruktur, sistematis dan massif," ujar Ismail melalui keterangan tertulis, Rabu (23/12).
Dia mengakui MK memang tidak bisa menyimpangi ketentuan batas selisih maksimal yang ditetapkan undang-undang. Menurutnya, memeriksa fakta-fakta atau indikasi pelanggaran yang memenuhi standar TSM yang mempengaruhi rekapitulasi suara tidak melanggar undang-undang.
Karenanya, dia berpendapat MK mengalami kemunduran apabila itu benar-benar diterapkan dalam pelaksanaannya. Sebab, sejak 2007 lalu MK mengambil kewenangan Mahkamah Agung untuk terus masuk lebih dalam ke penyebab selisih suara di pemilihan umum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perluasan obyek pemeriksaan terhadap pelanggaran yang TSM selain telah dilakukan MK sebelumnya, juga tidak menyimpangi UU," katanya.
Ketidakadilan elektoral di peradilan Pilkada 2015 juga dikarenakan pembatasan selisih maksimal yang diatur di pasal 158 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada dan pasal 6 ayat 1 dan 2 PMK Nomor 1 tahun 2015 tentang Pedoman Beracara Perkara Perselisihan Hasil Kepala Daerah. MK hanya akan memproses perkara dengan selisih suara 0.5-2 persen.
"Karena dengan pembatasan tersebut fakta-fakta kecurangan yang terjadi sama sekali tidak bisa dipersoalkan," ucapnya.
Dia mengungkapkan dari 10 kota, 103 kabupaten dan 6 provinsi yang sudah mendaftarkan sengketa ke MK, hanya 19 kabupaten yang perkaranya akan diterima dan dilanjutkan ke pemeriksaan materi gugatan. Sisanya, semua akan rontok pada sidang pendahuluan.
Proses persidangan sengketa Pilkada rencananya akan dimulai pada 7-12 Januari 2016 mendatang dengan pemeriksaan pendahuluan dalam sidang pleno atau panel. Dilanjutkan dengan pengajuan jawaban termohon dan pengajuan keterangan pihak terkait pada 8-13 Januari 2016. MK kembali menggelar sidang panel untuk memeriksa hal tersebut pada 13 Januari-8Februari 2016.
Kemudian MK akan membahas perkara pada 9-14 Februari dan menyusun rancangan putusan pada 10-14 Februari. Putusan sengketa Pilkada di tingkat Kabupaten dan Provinsi akan dibacakan pada 15-17 Februari 2016 mendatang.
(bag)