Jakarta, CNN Indonesia -- Sepanjang 2015, sebanyak 408 warga negara Indonesia berangkat ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok Negara Islam Irak Suriah atau ISIS. Sementara yang berencana berangkat ke Suriah ada sekitar 1.085 orang.
Hal tersebut disampaikan Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti dalam acara Rilis Akhir Tahun di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (29/12). Saat ini pihak kepolisian sedang memantau pergerakan mereka.
Badrodin memastikan, orang-orang yang telah berangkat ke Suriah seluruhnya bergabung dengan ISIS. Namun tidak menutup kemungkinan jika mereka juga bergabung dengan kelompok lain, seperti Alqaeda.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Badrodin menjelaskan, motivasi mereka bergabung dengan ISIS karena alasan keyakinan, ideologi, berimajinasi mengikuti perang, memiliki jaringan, bahkan ada yang terpengaruh janji kehidupan yang lebih baik di Suriah.
"Namun sebagian besar karena keyakinan," ujar Badrodin.
Dia menyampaikan, ada pula warga yang akhirnya kembali ke Indonesia karena merasa ditipu. Janji yang diimingi tidak didapatkan di Suriah.
Doktrin ISIS yang disebar melalui internet juga dinilai berdampak besar. Setiap orang, lanjut Badrodin, bisa terpengaruh propaganda ISIS di jejaring sosial.
Di Jawa Barat ada seorang anak berusia 14 tahun yang kerap berkomunikasi dengan jaringan teroris tersebut. Dia sering membaca propaganda ISIS dan tak jarang melawan orang tuanya.
"Dia termasuk anak cerdas, harus kami awasi. Padahal orang tuanya juga bukan muslim fanatik, bisa terpengaruh," kata Badrodin.
Badrodin menyampaikan, dari 408 warga yang berangkat ke Suriah, 45 orang di antaranya diduga tewas dalam pertempuran membela ISIS. Salah satunya adalah anak Imam Samudra, Umar Jundul Haq alias Uncu. Sementara 47 WNI dinyatakan telah kembali ke Indonesia.
Antara tahun 2000 hingga 2015, Polri mencatat jumlah WNI yang diduga teroris sebanyak 1.064 orang. Adapun sepanjang 2015, terdapat 74 orang diduga teroris. Angka ini turun dari tahun sebelumnya yang berjumlah 90 orang.
"Mudah-mudahan ini bisa terus menurun sejalan dengan kesadaran masyarakat," kata Badrodin.
Menurutnya, kelompok radikal di Indonesia masih terus berkembang. Karena itu, pihaknya akan melakukan penangkapan jika ada indikasi aksi terorisme.
Kapolri mengatakan, revisi undang-undang anti teror saat ini telah masuk dalam Prolegnas 2016. Ke depan dia berharap, orang yang melakukan latihan militer untuk aksi terorisme akan dilakukan penindakan oleh kepolisian.
Tahun depan, lanjut Badrodin, potensi aksi teror, radikalisme, dan intoleransi diprediksi akan terus berlanjut. "Kami akan perkuat Densus 88," katanya.
(obs)