Jakarta, CNN Indonesia -- Menjelang pergantian tahun, penolakan terhadap rencana eksekusi 14 terpidana mati yang akan dieksekusi pada 2016 mulai disuarakan. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengkritik keras rencana eksekusi mati ini dan mendesak agar pemerintah Indonesia membatalkan.
Direktur Eksekutif ICJR Supriyadi W. Eddyono meminta pemerintah Indonesia melaksanakan kewajiban konstitusional dan komitmen internasionalnya dalam menghargai hak hidup yang dijamin dalam UUD 1945 dan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik.
Menurut Supriyadi, sampai saat ini pemerintah Indonesia dan Kejaksaan Agung tidak mampu menjelaskan mengenai metode pemilihan dalam menentukan siapa saja yang akan dieksekusi mati baik dalam gelombang eksekusi mati di 2015 dan rencana eksekusi mati di 2016.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Presiden juga tidak memberikan informasi mengenai pertimbangan apa saja yang membuat Presiden menerima atau menolak grasi dari para terpidana mati,” kata Supriyadi kepada CNN Indonesia.com, Selasa (29/12).
Presiden, kata Supriyadi, melalui Menteri Sekretaris Negara secara resmi sudah menolak memberikan informasi tentang Keputusan Presiden mengenai grasi dan saat ini ICJR sedang dalam proses ajudikasi di Komisi Informasi Pusat mengenai informasi Keppres Grasi ini.
Supriyadi mengatakan ICJR menilai dalam proses penjatuhan hukuman mati masih banyak terdapat kejanggalan terutama dalam proses peradilan pidana. Salah satu sorotan ICJR adalah dalam kasus Zainal Abidin yang berkas kasusnya malah sempat “menghilang” selama beberapa tahun dan dihukum matinya seorang Anak, Yusman Telaumbanua, di Nias oleh Pengadilan.
“Dengan rencana eksekusi mati ini, ICJR menilai politik perubahan pidana mati dalam Rancangan KUHP merupakan lips service dari pemerintah,” kata dia. ICJR, lanjut Supriyadi, juga mendesak Mahkamah Agung segera mencabut SEMA pembatasan Peninjauan Kembali yang bertentangan dengan Konstitusi.
Supriyadi menambahkan hukuman mati terhadap pelaku peredaran narkoba tidak bakal memberi efek jera bagi para pelaku. “terjadi nggak efek jeranya, makin banyak kan, berarti tidak efektif hukuman mati,” ujar Supriyadi seraya menekankan pentingnya penanggulangan korban narkoba agar diberi rehabilitasi yang komprehensif.
(obs)