Mangupura, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Badung, Bali, mengharapkan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di daerah itu ikut mencegah masuknya kelompok bersenjata ISIS di Pulau Dewata.
"Upaya ini untuk mengantisispasi paham radikal terutama isu menyangkut agama atau SARA, sehingga Bali yang menjadi tujuan destinasi wisata dapat aman dan kondusif," kata Ketua DPRD Badung Badung, Putu Parwata, di Denpasar, Jumat (1/1), seperti dilansir
Antara.
Peran serta FKUB diharapkan membantu Pemerintah Kabupaten Badung menjaga keamanan daerah sehingga wisatawan merasa nyaman datang ke Bali. Putu Parwata mengakui, Pemkab Badung saat ini sangat mengandalkan pendapatan asli daerah dari sektor pariwisata sehingga penting menjaga rasa aman dan nyaman para wisatawan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam upaya ini DPRD Badung sudah melakukan berbagai langkah pencegahan dengan berinisiatif menggelar pertemuan FKUB Badung," ujar politisi asal Desa Dalung itu.
Pimpinan DPRD Badung menggelar pertemuan pada (31/12) di Gedung DPRD Badung yang dihadiri sejumlah tokoh FKUB Badung yakni dari perwakilan Hindu, Budha, Kong huchu, Islam dan Nasrani.
"Hal ini penting dilaksanakan mengingat FKUB merupakan lembaga yang memiliki peran besar untuk menangkal isu-isu sara mapun radikalisme yang saat ini menjadi isu global," ujarnya.
Ia mengatakan, pertemuan seperti itu akan terus dilaksanakan secara rutin termasuk kesiapan lembaga dewan untuk memfasilitasi FKUB dalam melaksanakan sosialisasi ke masyarakat dan sekolah.
"Dewan mendorong setiap lembaga agama yang diyakini masyarakat ada semacam kelompok kerja untuk melakukan edukasi masing-masing agama, sehingga tidak terjadi gesekan-gesekan dan masuknya kelompok bersenjata ISIS," katanya.
Jaringan TerorisSementara itu, Penjabat Bupati Bima Bachrudin membantah wilayahnya sebagai sarang teroris dan gerakan garis keras yang berafiliasi dengan jaringan Santoso, Poso.
"Tidak benar kalau di Bima itu ada jaringan teroris, apalagi sampai berhubungan dengan jaringan Santoso di Poso," kata Bachrudin di Mataram, Jumat.
Diakui Bachrudin, kalaupun ada aliran agama, bukan berarti aliran garis keras atau teroris. Sebab mereka yang tergabung dalam kelompok itu justru mengoreksi kebijakan pemerintah daerah dan nasional yang dianggap toleran terhadap kemaksiatan, seperti minuman keras.
Selain itu, kata dia, kelompok ini tidak juga eksklusif dalam menjalankan semua aktivitas keagamaan. Mereka bisa berbaur dengan masyarakat sekitar.
"Mereka ini rutin melakukan kajian islam. Tetapi bukan berarti Islam garis keras, mereka hanya menginginkan Islam kaffah diberlakukan di negara ini,” tuturnya.
Karena itu, Bachrudin berharap stigma Bima sebagai daerah teroris bisa hilang. Mengingat masyarakat Bima kini sudah dewasa dalam berpikir dan melakukan tindakan.
(rdk)