Jakarta, CNN Indonesia -- Ratna Juwita, ibu dari Yosafat (19) yang tewas dalam tawuran antara kelompok pemuda Margahayu dan warga Rawasemut di Bekasi, meminta polisi untuk memeriksa ulang tersangka, yakni Didit, sehubungan dengan kesaksian rekan-rekan anaknya yang menyebut Didit bukan pelaku pembunuhan yang sesungguhnya.
“Tolong ditinjau kembali pembunuhnya, katanya bukan Didit. Saya ingin pembunuh dihukum tapi jangan salah tangkap," kata Ratna di kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Minggu (3/1), menirukan percakapannya saat bertemu Kepolisian Resor Metro Bekasi Kota.
Didit, seorang pemuda yatim berusia 26 tahun, akan menghadapi putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Bekasi Rabu pekan depan karena disangka membunuh Yosafat dalam tawuran pada 21 Juni 2015 yang berlangsung di Jalan Chairil Anwar, Kota Bekasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Persidangan kasus ini di Pengadilan Negeri Bekasi sudah berjalan tiga bulan. Serangkaian pemeriksaan saksi-saksi di persidangan menunjukan bahwa Didit diyakini bukan pelaku pembunuhan Yosafat. Ada seorang warga dari Ampera, Bekasi, yang diduga sebagai pelaku pembunuhan sebenarnya.
Keluarga Yosafat pun sudah meminta polisi dan jaksa untuk memeriksa ulang kasus ini. Namun hingga saat ini permintaan tersebut belum direspons.
Pengacara publik LBH Jakarta, Johanes Gea, menuding polisi tidak menggunakan uji forensik selama proses pemeriksaan seperti uji laboratorium, darah, sidik jari, dan tes DNA.
Polisi disebutnya hanya mengandalkan pengakuan saksi yang ditangkap bersama Didit, sedangkan fakta dan kesaksian lain diabaikan.
"Dalam kasus ini, kami bilang polisi tidak profesional karena hanya mengejar pengakuan dengan cara penyiksaan. Masih menggunakan gaya lama," kata Johanes.
Padahal berdasarkan keterangan dua orang saksi mata, A dan L yang dihadirkan LBH Jakarta dalam persidangan, Didit disebut bukan pembunuh Yosafat. A dan L ini melihat langsung peristiwa pembunuhan Yosafat.
Ahli forensik yang dihadirkan di persidangan pun menguatkan keterangan saksi bahwa barang bukti berupa senjata pelaku yang disebut menggunakan cocor bebek, tidak terbukti karena ujungnya tumpul dan bengkok. Pembunuhan justru disebut menggunakan celurit.
Selain itu, dari saksi-saksi lain yang merupakan warga Margahayu dan Rawasemut, saat pembunuhan terjadi, Didit berjarak 200 meter dari tempat kejadian perkara.
Kejanggalan lain dalam proses penanganan perkara ini, kata Johanes, polisi begitu cepat mengumumkan tersangka, yakni hanya dalam waktu enam jam setelah kejadian.
Atas kasus yang menjerat putranya ini, ibu Didit yang bernama Darni berharap agar polisi, jaksa, dan hakim bisa membebaskan Didit.
"Bu Jaksa dan Pak Hakim, tolong Pak Polisi bebaskan anakku. Selama ini hampir tujuh bulan lihat anak tak berdosa salah tangkap. Tolong, saya orang tak punya, anak saya tidak bersalah," ujar Darni.
Didit kini dituntut menggunakan Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan dengan ancaman hukuman enam tahun penjara.
(agk)