Jakarta, CNN Indonesia -- Penolakan rencana pembangunan Gedung DPR sepanjang 2010-2015 terus bergulir. Namun realisasi proyek tersebut dipastikan bakal berlanjut pada 2016 ini. DPR berdalih pembangunan gedung baru sangat dibutuhkan sehingga harus direalisasikan.
“Pembangunan gedung sudah sangat dibutuhkan, ruang-ruang kerja yang ada sekarang sudah sangat tidak memadai,” kata Wakil Ketua Badan Anggaran DPR Firman Soebagyo kepada CNN Indonesia.com, Kamis (7/1).
Menurut Firman anggota DPR dan staf-stafnya membutuhkan ruang kerja yang memadai untuk menunjang aktivitas. “Gedung yang lama yaitu Gedung Nusantara I kondisinya juga sudah ada yang retak-retak akibat gempa,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun untuk pembangunan alun-alun, menurut Firman, juga dibutuhkan sebagai tempat untuk menyampaikan aspirasi saat terjadi demontrasi. “Selama ini kan kalau demo di pinggir jalan dan mengganggu arus lalu lintas. Jadi alun-alun ini nantinya sebagai tempat untuk menyampaikan aspirasi,” tutur Firman.
Sedangkan terkait renovasi rumah jabatan anggota DPR, Firman mengatakan perbaikan-perbaikan memang diperlukan karena ada kerusakan-kerusakan pada bagian bangunan.
Meski demikian Firman menyatakan proyek pembangunan gedung dan alun-alun harus transparan dan bisa dipertanggungjawabkan. “Setahu saya untuk proyek tersebut sudah diserahkan ke Kementerian PU dari Kesekjenan DPR,” ujar Wakil Ketua Fraksi Golkar ini.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyayangkan Pembangunan gedung parlemen dan Alun-alun DPR tetap berlanjut pada 2016 ini.
Koordinator Advokasi dan Investigasi FITRA Apung Widadi mengatakan dalam APBN 2016 DPR berhasil menggolkan sekitar Rp570 miliar untuk pembangunan Kompleks DPR. “Sayangnya Pemerintah juga menyetujui dalam APBN 2016,” ucap Apung dalam keterangannya.
Detailnya, ujar Apung, dalam Rencana Umum Pengadaan DPR 2016 FITRA menemukan anggaran
Rp480 miliar untuk pembangunan Gedung DPR metode lelang umum. Kemudian Rp10 miliar untuk konstruksi dan poliklinik dengan metode lelang umum.
“Selanajutnya Rp68 miliar untuk Pelaksanaan Konstruksi Alun-alun Demokrasi, metode lelang umum, Rp9,1 miliar untuk kontruksi Alun-alun Demokrasi, metode seleksi umum, dan Rp1,7 miliar untuk manajemen kontruksi Alun-alun Demokrasi, metode seleksi umum,” beber Apung.
Selain itu, Apung meneruskan, terdapat puluhan miliar rupiah lainya untuk renovasi kamar anak dan kamar keluarga di rumah jabatan anggota DPR.
“Dari temuan tersebut terkonfirmasi bahwa desain komplit rencana pembangunan komplek DPR saja belum ada, akhirnya anggaran dipecah pecah per item,” kata dia.
Hal itu, menurut Apung, kemungkinan ada dua hal, yaitu mengindari kecurigaan publik dan kedua disinyalir untuk bagi-bagi jatah proyek.
Untuk itu, kata Apung, dengan alasan rencana pembangunan tidak transparan, gedung dan alun-alun belum dibutuhkan, serta pemborosan uang negara, maka FITRA tetap menolak rencana pembangunan kompleks Gedung DPR. “Harus dibatalkan,” kata dia.
(obs)