Jakarta, CNN Indonesia -- Rilis terbuka hasil evaluasi akuntabilitas kinerja kementerian atau lembaga pemerintahan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dianggap telah menuai kritik maupun opini dari sejumlah kalangan di ranah publik.
Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute Gun Gun Heryanto memaklumi kegaduhan bisa muncul lantaran rilis evaluasi dari KemenPan-RB dikeluarkan bertepatan dengan perbincangan politik nasional terkait isu reshuffle kabinet yang dianggap semakin mengalami eskalasi pada awal 2016.
"Muncul interpretasi sejumlah pihak yang menghubungkan tindakan publikasi hasil evaluasi ini dengan langkah politis yang tendensius. Menilik argumentasinya, pihak yang skeptis dominan merujuk pilihan waktu yang dianggap kurang tepat di tengah gonjang-ganjing isu perombakan," ujar Gun Gun dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (13/1).
Pakar komunikasi politik UIN Jakarta itu menilai tidak sedikit pihak yang masih belum mendapat informasi utuh soal metodologi dan evaluasi yang digunakan sehingga bersifat parsial. Transparansi dan akuntabilitas penilaian menjadi penting untuk meyakinkan masyarakat bahwa evaluasi ditopang oleh data, bukan soal suka atau tidak suka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi KemenPan-RB Herman Suryatman menepis tudingan evaluasi yang dilakukan kementeriannya memiliki tendensi sebagai langkah politis. Terlepas dari Menteri Yuddy Chrisnandi yang berasal dari orang politik, Herman menegaskan evaluasi ataupun penilaian terhadap lembaga/institusi merupakan pekerjaan rutin tahunan yang sudah biasa dilakukan oleh kementeriannya.
"Lagi pula tidak ada kementerian yang mendapat nilai kurang ataupun jelek. Paling ada itu nilai CC (atau) cukup," kata Herman.
Sedikitnya ada 16 kementerian yang mendapat penilaian CC dari Kemenpan-RB. Kementerian Yuddy sendiri dalam hal ini mendapat penilaian BB, atau sangat baik.
Pakar Politik dan Ilmu Pemerintahan Siti Zuhro menyatakan pemerintah saat ini membutuhkan pengelolaan birokrasi yang tidak lagi terpatok pada pakem kultur hirarki kekuasaan yang konvensional. Dia menilai birokrasi pemerintahan saat ini tidak diletakkan secara profesional.
Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia itu mengatakan sistem yang ada di lembaga ataupun instansi pemeritahan kali ini membutuhkan sosok pemimpin yang mampu menggerakkan dan melakukan terobosan agar instasi terkait semakin hidup dan produktif.
"Power culture ini mesti kita dobrak. Memang butuh terobosan. Tapi bukan berarti skadar politik pencitraan sampai harus manjat-manjat pagar," kata Zuhro.
(utd)