Jakarta, CNN Indonesia -- Kasus desersi atau lari meninggalkan dinas ketentaraan, dan kejahatan narkotik menjadi dua pelanggaran disiplin yang paling marak terjadi di Tentara Nasional Indonesia sepanjang 2015. Menurut data Pusat Polisi Militer, selama dua tahun terakhir, desersi tercatat sebagai tindakan indisipliner tertinggi.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menilai, evolusi budaya akibat globalisasi merupakan penyebab utama disersi. Menurutnya, perkembangan teknologi sangat mempengaruhi perilaku para prajurit.
"Melalui ponsel kecil saja mereka sudah dapat melihat segalanya," ucap Gatot di Jakarta.
Gatot juga mensinyalir proses penerimaan prajurit TNI sebagai penyebab lainnya. Ia berkata, instansinya tidak bersih dari oknum yang berperilaku seperti makelar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oknum tersebut, menurut Gatot, mengiming-imingi masyarakat tentang kemudahan mendapatkan pekerjaan di lingkungan TNI.
"Begitu diterima di TNI, mereka akan dididik tujuh bulan ditambah pendidikan kecabangan selama enam bulan. Pokoknya langsung dapat pekerjaan, tinggal di barak, gaji pokoknya Rp3.600, belum termasuk lainnya," tutur Gatot.
Gatot memaparkan, Puspom TNI telah menangkap beberapa oknum makelar tersebut. Berdasarkan pengungkapan, banyak anggota TNI aktif menjadi korban patgulipat proses penerimaan prajurit itu.
Mereka diminta membayar Rp100 juta saat mendaftar ke TNI. Jika tak sanggup melunasi dalam satu termin pembayaran, prajurit itu diperbolehkan mencicil biaya pendaftaran.
"Ini yang jadi masalah. Begitu jadi tentara, gajinya habis untuk mengangsur. Akhirnya mereka mencari alternatif, tidak tahan lalu kabur," tuturnya.
Selain disersi dan narkotika, tindak pidana menonjol lain yang dilakukan anggota TNI pada tahun 2015 adalah asusila (79 kasus), penganiayaan (63), kekerasan dalam rumah tangga (53), pencurian (34), penyalahgunaan senjata api (30), perzinahan (29) dan poligami (23).
(agk)