Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan, institusinya tidak bisa serta-merta menindak anggota kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) tanpa indikasi akan atau telah melakukan serangan teror.
"Kami melakukan upaya baik pengamanan atau tidakan kepolisian tentu berdasarkan kepada ketentuan hukum berlaku. Kami tidak bisa melakukan tindakan tanpa ada indikasi pelanggaran hukum yang bisa membatasi mereka," ujar Badrodin di Markas Besar Polri, Jakarta, Jumat (15/1).
Badrodin menjelaskan, tindakan teror dilakukan melalui proses seperti pengumpulan bahan peledak, survei, sampai dengan aksi. Meski tidak menyebut spesifik, dia mengatakan Polri bisa melakukan tindakan penegakan hukum pada "saat tahap tertentu" dari rangkaian proses tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
CNN Indonesia mencatat, isu ini sudah mulai mengemuka sejak awal 2015. Saat itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Saud Usman Nasution mendesak pemerintah merevisi beberapa undang-undang agar paham radikal termasuk ISIS tidak menyebar luas.
UU No 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, kata Saud, masih memiliki celah hukum. Yang diatur dalam Undang-Undang ini hanya ormas yang terdaftar sementara ormas yang tidak terdaftar tidak dapat dilakukan penindakan.
Dalam konteks ISIS, kata Saud, aparat tidak bisa menjerat para simpatisan dengan tuduhan makar. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tindakan makar berarti membentuk sebuah negara tandingan.
Saud mengatakan, UU Nomor 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum memberi peluang kepada siapa saja untuk menyampaikan pendapat apapun termasuk paham radikal tanpa batas-batas yang jelas.
Berdasarkan UU itu, aparat penegak hukum tidak bisa menindak orang yang menyatakan diri berafiliasi dengan ISIS. Malah peraturan justru melarang untuk menghalangi siapapun yang ingin menyampaikan pendapat apapun, termasuk mengaku anggota kelompok radikal.
Saat ini, Polri sedang melancarkan operasi pengejaran ke berbagai kota di Indonesia terkait serangan teror yang mengguncang Jakarta, Kamis kemarin (14/1). Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Inspektur Jenderal Anton Charliyan mengatakan operasi dipusatkan pada tiga titik.
Namun dia enggan menyebutkan titik mana saja yang dimaksud. Dia beralasan, saat ini operasi masih berjalan dan informasi itu bisa mengakibatkan pelaku melarikan diri.
"Masih sedang dalam pengejaran, tapi belum bisa kami umumkan," kata Anton.
Empat ledakan dan baku tembak menewaskan tujuh orang korban termasuk lima pelaku pada Kamis siang di sekitar pusat perbelanjaan Sarinah.
Masih ada kemungkinan pelaku lain yang melarikan diri. Untuk memastikan hal tersebut, polisi mengecek kamera pemantau (CCTV) yang ada di sekitar lokasi.
(rdk)