Pemerintah Akan Selidiki Aset Eks Gafatar di Kalimantan

Utami Diah Kusumawati | CNN Indonesia
Jumat, 29 Jan 2016 16:34 WIB
Menteri Lukman mengatakan, penyelesaian aset Gafatar akan diambil pemerintah lewat jalur hukum, memastikan ke mana saja aset itu disalurkan.
Ratusan warga eks Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) dari Kalimantan tiba di dermaga Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) di Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (27/1). (CNN Indonesia/Lalu Rahadian)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, pemerintah akan menyelidiki aset harta yang dimiliki para warga mantan pengikut Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di Kalimantan.

"Ini bagian yang harus diselesaikan. Karena kami mendengar para anggota sebagian sudah menyerahkan harta benda kepada pimpinannya," kata Lukman ditemui di Balai Kota usai peresmian Masjid Fatahillah, Jumat (29/1).

Lukman menjelaskan, penyelesaian aset Gafatar akan diambil pemerintah melalui jalur hukum, untuk mengetahui penelusuran aset warga eks Gafatar serta ke mana saja dana yang selama ini disalurkan dari para anggota.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Semua masih diselidiki aparat hukum," kata Lukman.

Selain persoalan aset, pemerintah juga akan fokus pada penanganan ideologi dari kelompok Gafatar. Para penganut Gafatar, kata Lukman, memiliki paham keagamaan tertentu sehingga tidak lagi menganut Islam sebagai agama awalnya.

"Para pimpinan menyatukan sebagian ajaran agama Islam, Yahudi, Kristen untuk kemudian membentuk penerus Abraham, agama nabi Ibrahim. Sebenarnya dalam banyak kajian tidak seperti itu," kata Lukman menjelaskan.

Oleh karena itu, pemerintah bersama para pemuka agama akan melakukan bimbingan dan dialog kepada warga eks Gafatar mengenai paham yang tidak sesuai tersebut.

"Hal ini untuk mengetahui yang sebenarnya terjadi sambil mencari tahu alasan di balik paham mereka itu," kata Lukman.

Lukman menjelaskan, pemerintah akhir-akhir ini semakin intensif menangani Gafatar karena menilai gerakan ini tidak hanya sebatas sosial kemasyarakatan. Gafatar telah berkaitan dengan paham keagamaan tertentu yang menimbulkan keresahan di masyarakat.

"Bahkan beberapa keluarga merasakan kehilangan anggota keluarga yang lain karena diduga mengikuti gerakan ini," kata Lukman.

Tak hanya itu, persoalan sosial juga muncul dari semakin berkembangnya pengikut Gafatar. Banyak warga Gafatar yang mendapatkan penolakan dari masyarakat dan diminta kembali ke daerah asal. Hal ini yang juga memunculkan gejolak sosial.

"Oleh karena itu, Kementerian Agama, Kementerian Sosial, Kemenkumham, kesemuanya di bawah koordinasi Kemenkopolhukam menangani secara intensif bagaimana pemulangan kembali warga eks Gafatar," ujarnya.

Pos Penampungan

Untuk mengatasi persoalan yang muncul akibat pemulangan kembali warga eks Gafatar ke daerah asal, lanjut Lukman, telah dibuat pos penampungan di beberapa tempat di pulau Jawa.

"Beberapa tempat seperti di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan DKI Jakarta dibuat pos penampungan sebelum mereka dikembalikan ke daerah asal," kata Lukman.

Sebelumnya, sejumlah bekas anggota Gafatar mengaku bahagia selama berada di kamp organisasi tersebut di Mempawah, Kalimantan Barat. Mereka justru mengaku bingung setelah kini dipulangkan ke daerah asal.

"Lebih banyak sukanya sih daripada dukanya di Gafatar. Biasa di sana saya bertani saja," kata seorang bekas anggota Gafatar kepada CNNIndonesia.com di Markas Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil), Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Cerita serupa disampaikan Ade (37), warga eks Gafatar lainnya. Pria asal Tasikmalaya, Jawa Barat, tersebut berkata selama ia hidup di Kalimantan tidak ada duka yang dirasakan. Menurutnya, tidak ada paksaan atau faktor tertentu yang membuat dirinya memutuskan pindah dari kampung halamannya ke Kalimantan enam bulan lalu.

"Semua yang terjadi sudah takdir Tuhan. Tak ada perencanaan. Sama seperti saat sekarang saya bertemu kamu di sini," kata Ade.

Namun demikian, Ade mengaku tak memiliki rencana setelah dipulangkan. Seluruh harta, katanya, tertinggal di Kalimantan. Hanya sedikit pakaian dan uang yang sempat ia bawa saat dipulangkan dari Pulau Borneo beberapa hari lalu.

Saat beraudiensi di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), eks Ketua Umum Gafatar Mahful M. Tumanurung meminta pemerintah mengganti rugi dan melindungi aset bekas anggota Gafatar yang rusak atau ditinggalkan di Kalimantan Barat.

"Sebagai ekses dari pengusiran dan pemulangan tersebut, kami meminta kepada pemerintah atau pihak berwenang untuk dapat menjamin keselamatan diri dan aset yang terpaksa kami tinggalkan di Kalimantan, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak," kata Mahful. (rdk/rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER