Kisah Ambarini Sempat Jadi Pengikut 'Nabi' Ahmad Musadeq

Gilang Fauzi | CNN Indonesia
Kamis, 28 Jan 2016 15:58 WIB
Ambarini yang merasa janggal dengan ajaran Musadeq, memilih keluar. Namun sang suami larut dalam keyakinan baru itu, dan membawa kabur dua anak mereka.
Warga eks Gafatar saat tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Di antara mereka, Ambarini berharap menemukan kedua anaknya. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sudah dua hari Ambarini (32) bolos dari pekerjaannya. Sejak kemarin, perempuan asal Pasar Minggu, Jakarta Selatan, itu menghabiskan waktu bermalam di Rumah Aman di kawasan Cibubur, Jakarta Timur. Dia setia menanti kedatangan dua anaknya yang tak kunjung tiba.

Bagaimanapun, Ambarini tidak pernah tahu apakah Nur Fatimah Zahra (12) dan M. Rasyid Ali (9) akan tiba di Rumah Aman. Dia hanya tahu bahwa mereka telah dibawa kabur oleh mantan suaminya, Amarullah alias Beni (37). ke Mempawah, Kalimantan Barat.

Lebih dari lima tahun Ambarini bercerai dengan Beni. Pilihan untuk memutus tali pernikahan diambil bukan sekadar dipicu perselisihan dalam urusan rumah tangga. Perbedaan keyakinan telah memaksa mereka untuk berpisah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ambarini dan Beni pernah sama-sama tergabung dalam kelompok Al-Qiyadah Al-Islamiyah pada kurun waktu 2004-2005. Namun tak seperti Beni, Ambarini merasa janggal dengan kelompok pimpinan Ahmad Musadeq itu.

Ahmad Musadeq, di bawah payung Al-Qiyadah, mengaku sebagai nabi terakhir setelah Muhammad.
Tak butuh lebih dari setahun bagi Ambarini untuk memutuskan keluar dari aliran yang semula mengatasnamakan ajaran Islam itu, sementara Beni semakin larut dalam keyakinan barunya.

"Sejak awal saya merasakan hal aneh dengan organisasi itu. Kami tidak diwajibkan untuk salat. Salat bagi mereka hanya untuk orang-orang beriman," kata Ambarini saat berbincang dengan CNN Indonesia, Kamis (28/1).
Untuk bisa menjadi orang beriman, kata Ambarini, setiap pengikut diharuskan menjalani kehidupan dengan kembali memulai dari “Titik nol.” Artinya, mereka dianjurkan menyerahkan semua harta benda dan meninggalkan keluarga untuk memulai hidup baru sebagaimana yang dianjurkan oleh ajaran rasulallah versi Musadeq.

Perlahan hubungan Ambarini dan Beni pun kian merenggang. Setelah empat tahun pisah ranjang, mereka bercerai.

Meski demikian, perceraian tak memutus hubungan Beni dengan anak-anaknya. Pria yang bekerja sebagai kru di rumah produksi perfilman itu biasa menghabiskan akhir pekan dengan mengajak kedua anaknya tinggal di rumah yang terpisah dengan Ambrini.

Semua berjalan normal dan mantan pasangan suami-istri itu tak pernah lagi menyinggung atau mengusik keyakinan masing-masing. Sampai akhirnya Ambarini mendapati kedua anaknya tidak pernah pulang setelah dijemput Beni pada 19 Desember 2015.

"Saya bingung harus mencari ke mana karena belum ada kepastian mereka termasuk orang yang ikut dipulangkan. Saya butuh kepastian, di manapun mereka, pasti saya kejar," kata Ambarini.

Ambarini tak tahu persis kapan dan bagaimana kelompok Al-Qiyadah Al-Islamiyah berubah nama menjadi Gerakan Fajar Nusantara. Tapi dia yakin wilayah Mempawah yang menjadi teritori berkumpulnya Gafatar merupakan "negara kecil" yang sudah lama didambakan Musadeq.
Ambarini masih ingat bagaimana dia dulu sempat dimintai iuran bulanan. Tidak ada batasan atau aturan mengikat terkait besaran iuran yang mesti disetorkan tiap anggota.

Menurut Ambarini, iuran yang diserahkan anggota biasanya tidak kurang 30 persen dari penghasilan mereka, bahkan bisa lebih.

"Iuran itu dikumpulkan untuk persiapan hijrah. Hijrah membangun negeri dan memulai kehidupan dari nol untuk menjadi orang yang benar. Mungkin saja tempat yang di Kalimantan itulah yang mereka sebut negara baru," kata Ambarini.
Kini Ambarini hanya bisa meratapi nasib kedua anaknya yang masih belia. Dia tak lagi memusingkan ajaran yang dianut mantan suaminya. Perempuan yang sehari-harinya bekerja sebagai penjaga toko itu hanya ingin kedua anaknya pulang kembali ke pangkuannya.

Ambarini berharap dapat segera bertemu kedua anaknya. Hari ini mestinya ada kepulangan gelombang kedua warga eks Gafatar dari Kalimantan ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dengan jumlah sekitar 800 orang.

Meski demikian Ambarini tak tahu apakah kedua anaknya masuk dalam gelombang kedua ini. Dia pun tak tahu eks anggota Gafatar yang tiba hari ini akan ditempatkan di mana, apakah di Cibubur seperti gelombang pertama atau di lokasi lain.

Namun Ambarini bertahan di Rumah Aman Cibubur sampai informasi terbaru dia dapatkan. Tekadnya sekuat baja: dia harus menemukan kedua buah hatinya. (gil/agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER