Jakarta, CNN Indonesia -- Tak hanya di Jakarta, jejak perkumpulan Freemasonry juga ada di Kota Bandung, Jawa Barat. Loji di kota ini, Sint Jan, adalah salah satu loji Fremasonry terbesar yang ada di Hindia Belanda.
Sama seperti di Batavia, banyak yang menyebut perkumpulan Freemasonry di kota ini adalah pemuja setan. Tudingan tersebut sempat dibantah dan disebut bahwa itu plesetan dari nama loji mereka Sint Jan.
Selain besar dari sisi jumlah anggotanya, loji Sint Jan juga dikenal sebagai salah satu loji yang paling aktif. Menurut penulis buku “Okultisme di Bandoeng Doeloe: Menelusuri Jejak Gerakan Teosofi dan Freemasonry di Bandung”, Ryzki Wiryawan, Freemasonry Bandung banyak menggelar aktivitas sosial.
 Foto Loji Sint Jan di Bandung saat masih berdiri. Foto diambil dari buku Gedenkboek van de Vrijmetselarij in Nederlandsch Oost Indie 1767-1917. (CNN Indonesia/Suriyanto) |
Untuk mendukung kegiatannya, Sint Jan bahkan memiliki beberapa perkumpulan yang ada di bawah mereka. Misalnya organisasi Pro Juventute yang mendidik anak-anak nakal dan lembaga kredit rakyat anti renternir. Loji Sint Jan menurut Ryzki juga membuka perpustakaan dengan koleksi buku yang cukup banyak serta membuka beberapa sekolah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Perpustakaan umum Sint Jan tercatat sebagai perpustakaan terbesar yang punya koleksi terbanyak,” kata Ryzki kepada CNN Indonesia.
Perpustakaan ini didirikan pada tahun 1891 dengan nama De Openbare Bibliotheek van Bandoeng di Gedung Kweekschool atau sekolah guru (kini Poltabes Bandung). Setelah dipindahkan ke gedung loji, koleksi perpustakaan ini mencapai 25.883 buku.
Meski belum terkonfirmasi, menurut Ryzki, Soekarno memperoleh asupan buku-buku dari perpustakaan ini saat dipenjara di Banceuy. Di penjara itu, Soekarno menulis pledoi “Indonesia Menggugat”.
Sementara untuk sekolah yang didirikan, Sint Jan mendirikan sekolah-sekolah dari mulai taman kanak-kanak hingga SD dan SMP. Sekolah yang dibangun Sint Jan bersifat netral untuk mengimbangi banyaknya sekolah Kristen dan Katholik saat itu.
Pada tahun 1921, Sint Jan telah membuka tiga SD, tiga sekolah menengah, dan satu TK.
Dalam bukunya, Ryzki menyatakan, Freemasonry di Bandung juga memberi bantuan dalam pendirian lembaga orang buta. Bandoengsche Blinden Instituut ini dibuka pada tahun 1901.
Ryzki menambahkan, jika pada akhirnya Loji Sint Jan dituding sebagai rumah setan itu tidak lebih karena plesetan dari pelafalan nama loji tersebut.
Loji Sint Jan di Bandung berdiri pada tahun 1896. Namun baru pada tahun 1901 bangunan loji mulai dibangun. Sint Jan tercatat sebagai loji ke-13 di Bandung.
Selama proses pembangunan loji, anggota Sint Jan menggunakan sekolah guru (Kweekchool) yang kini menjadi Gedung Poltabes Bandung.
 Goerjama, warga Bandung saksi hidup keberadaan Loji Sint Jan yang jadi pusat kegiatan tarekat rahasia Freemason di Kota Kembang. (CNN Indonesia/Suriyanto) |
Loji ditutup saat Jepang datang. Pemerintah Jepang bersama Jerman memang dikenal memusuhi Yahudi dan Freemason. Anggota perkumpulan ini kemudian jadi buronan utama Jepang.
Setelah Jepang hengkang, Loji Sint Jan coba dihidupkan lagi dengan mengumpulkan para anggotanya. Pasca kemerdekaan, loji Bandung adalah satu dari empat loji yang dihidupkan. Bersama Loji Purwa Daksina (Jakarta), Loji Bhakti (Semarang) dan Loji Pamitran (Surabaya), dibentuk Loji Timur Agung Indonesia. Soemitro Kolopaking diangkat menjadi Suhu Agung pertama di Indonesia.
Setahun setelah Soekarno melarang keberadaan Freemasonry, ia memerintahkan gedung Loji Sint Jan dibongkar.
Menurut Goerjama, salah seorang warga Bandung pernah tinggal di sekitar loji, gedung tersebut pernah menjadi restoran, gedung pramuka dan gedung tempat resepsi pernikahan.
Kini bangunan Loji Sint Jan sudah tak ada lagi. Lahan di mana loji berdiri sudah dibangun Masjid Al Ukhuwah yang jadi salah satu pusat kegiatan keagamaan masyarakat Kota Kembang.
(sur)