Jakarta, CNN Indonesia -- Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Made Sutrisna mengatakan pihaknya belum menentukan waktu penyitaan aset Yayasan Supersemar. Alasannya, masih banyak tahap yang harus dilalui untuk eksekusi.
"Eksekusi sita dalam kasus perdata memang agak rumit. Ada kalanya putusan hanya di atas kertas tanpa terjadi eksekusi. Misalnya, bila ternyata termohon tidak punya harta sebesar yang ada di putusan pengadilan," kata Made kepada CNN Indonesia, Kamis (4/2).
Made mengatakan pihaknya sudah menargetkan menyita dua bidang tanah yang dimiliki Yayasan Supersemar di Bogor dan Jakarta. Kendati demikian, eksekusinya masih terkendala lantaran belum dilampiri sertifikat tanah.
"Kami mau benar-benar pastikan dulu apakah benar itu punya Yayasan Supersemar atau ada hak kepemilikan orang lain juga atas tanah itu. Jangan sampai nanti saat disita timbul sengketa," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain tanah, pihaknya juga telah menemukan aset Supersemar berupa deposito dan sejumlah mobil. "Mobilnya biasa saja, bukan mobil yang mewah sekali," katanya.
Hari ini, PN Jaksel memberikan kesempatan bagi pihak Kejaksaan Agung dan Supersemar untuk melakukan mediasi selama dua minggu. Dalam waktu dua minggu, kedua belah pihak diharapkan bisa mengajukan konsepnya masing-masing, apakah perdamaian atau justru buntu.
"Kalau memang buntu, akan dilaporkan ke majelis hakim baru kami jadwalkan lagi sidang berikutnya," kata Made.
Seperti diberitakan sebelumnya, Supersemar telah diputus bersalah oleh pengadilan pasca menyalurkan dana ke satu bank dan tujuh perusahaan pada periode 1990-an. Para penerima dana Supersemar saat itu adalah Bank Duta, PT Sempati Air, PT Kiani Lestari, PT Kiani Sakti, PT Kalhold Utama, Essam Timber, PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri, dan Kelompok Usaha Kosgoro.
Pada Putusan MA Nomor 2896 K/Pdt/2009 disebutkan bahwa Bank Duta sempat menerima uang sejumlah US$420 juta dari Supersemar, sedangkan PT. Sempati Air menerima dana Rp13 miliar.
Uang sebesar Rp150 miliar juga diberikan Supersemar kepada PT Kiani Lestari dan PT Kiani Sakti. Sementara PT Kalhold Utama, Essam Timber, dan PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri menerima uang sebesar Rp12 miliar dari yayasan tersebut. Terakhir, Kosgoro tercatat menerima uang sejumlah Rp10 miliar dari Supersemar pada periode yang sama.
Supersemar diwajibkan membayar denda sebesar Rp4,4 triliun atas perkara penyelewengan dana yang sempat melibatkannya periode awal 1990an lalu. Namun, lembaga tersebut melayangkan gugatan melawan kembali negara karena menganggap nominal denda yang diberikan terlalu besar.