Jakarta, CNN Indonesia -- Politikus Partai Gerindra Supratman Andi Agtas menyatakan, pembahasan lanjutan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi tergantung sikap dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurutnya, dengan dilanjutkannya pembahasan revisi UU KPK, bukan berarti sudah tidak ada cara lain untuk menghentikannya. Syaratnya, kata dia, Presiden tidak sepakat dengan empat poin revisi UU KPK yang sudah menjadi draf di DPR.
"Tapi nanti pemerintah sangat bergantung dengan sikap Presiden Jokowi. Apakah nanti dalam proses berikutnya dia akan menarik diri dari pembahasan. Kalau presiden menarik diri, dalam hal ini orang yang ditugasi, ya tidak bisa jalan," kata Supratman di Gedung DPR RI, Jakarta kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Badan Legislasi DPR itu menjelaskan pembahasan selanjutnya kemungkinan akan dilakukan di lembaganya. Namun, pembahasan tidak akan dilakukan atau gugur jika pemerintah tidak mengutus perwakilannya untuk membahas bersama DPR.
"Gugur karena tidak boleh (dibahas sendiri) harus pembahasan dan persetujuan bersama," ujarnya.
Supratman menuturkan Gerindra masih berupaya melakukan pendekatan terhadap fraksi partai lain untuk menghentikan pembahasan, sebagai tindaklanjut dari sikap menolak revisi UU KPK. Namun, jika revisi tetap bergulir ada beberapa usulan dari Gerindra untuk memperkuat KPK.
"Contoh usulan kami itu soal penyadapan, kalau mau dilakukan perubahan maka kami mengusulkan pasal, semua pejabat publik negara yang dilantik wajib disadap," ucap Supratman.
Selain itu, Supratman menilai pemilihan dewan pengawas harus melalui panitia seleksi dan proses uji kepatutan di DPR. Jika dilakukan oleh presiden, maka menurutnya akan mengintervensi KPK sebagai lembaga independen.
Sementara, terkait kewenangan penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), Supratman berpendapat KPK dapat memiliki kewenangan itu dengan batasan. Menurutnya, hal itu hanya berlaku bagi orang yang secara fisik mengalami sakit permanen dan meninggal dunia.
"Karena itu universal berlaku di seluruh dunia. Hanya khusus tertentu saja. Orang meninggal atau sakit secara permanen. Kalau diberikan ke yang lain, bisa bahaya jual beli perkara," katanya.
Sembilan fraksi di DPR RI baru saja menyetujui melanjutkan pembahasan terhadap perubahan kedua atas UU KPK di dalam rapat Baleg.
Sembilan fraksi itu adalah Fraksi PDIP, Fraksi Golkar, Fraksi Demokrat, FPAN, Fraksi PKB, Fraksi PKS, Fraksi PPP, Fraksi Hanura dan Fraksi NasDem. Hal tersebut disampaikan dalam pandangan mini fraksi di rapat harmonisasi revisi UU KPK.
Hanya satu Fraksi Partai Gerindra yang menolak revisi UU KPK saat ini. Penolakan tersebut telah diberikan Fraksi Gerindra sejak masuknya revisi UU KPK dalam Prolegnas Prioritas 2016.
(pit)