Jakarta, CNN Indonesia -- Pakar hukum pidana Romli Atmasasmita mendukung empat poin revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu disampaikannya dalam rapat dengar pendapat umum dengan Badan Legislasi (Baleg).
"Saya setuju empat hal. Bahkan lebih dari empat hal saya setuju. Karena sudah 12 tahun tidak diubah. Wajar saya kira," kata Romli di rapat Baleg, Gedung DPR RI, Jakarta kemarin.
Romli berpendapat istilah pelemahan dalam revisi UU KPK untuk tidak terlalu dipikirkan. Pasalnya, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dari KPK. Romli mencontohkan, terkait penyadapan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penyadapan disebutnya sebagai 90 persen dari keberhasilan KPK. Namun, Romli berkata perlu diatur siapa yang mau disadap, alasan penyadapan, dan lamanya penyadapan. Maka dia mengusulkan penyadapan meminta izin kepada dewan pengawas.
"Saya usul agar dewan pengawas yang berikan izin bersama lima Komisioner KPK," kata Romli.
Sementara pakar hukum pidana Andi Hamzah yang juga merupakan bagian dari pembentuk UU KPK terdahulu, berpendapat revisi UU lembaga antirasuah itu terlalu sedikit. Namun, dia tak bersepakat dengan pembentukan dewan pengawas.
"Menurut saya tidak perlu badan pengawas. Itu akan membuat birokrasi baru, badan baru, kantor baru, anggaran baru. Yang mengawasi KPK itu presiden dan DPR," ucap Andi.
KPK sebagai lembaga indpenden menurutnya, tetap diawasi selama ini oleh presiden dan DPR. Sebab, setiap tahun terdapat laporan pertanggungjawaban yang ditujukan ke DPR dan presiden.
"Jadi, menurut saya tidak perlu ada badan pengawas," kata Andi.
Setelah mendengar pendapat dari dua pakar hukum tersebut, Baleg memutuskan membentuk panitia kerja harmonisasi revisi UU KPK.
Panja Harmonisasi akan melakukan pemantapan terhadap substansi revisi UU KPK. Pemantapan itu dilakukan agara draf revisi UU KPK tidak bertentangan dengan konstitusi, UU lainnya dan rencana strategis pemerintah.
Selain itu, Panja Harmonisasi berencana tetap akan menjadwalkan mengundang kembali KPK. Hal itu dikarenakan tingginya sensitivitas terhadap revisi UU KPK.
Adapun mekanisme yang menandakan pembahasan revisi UU KPK dimulai setelah Panja Harmonisasi dan Baleg memutuskan revisi menjadi inisiatif DPR. Keputusan itu akan dilaporkan ke Badan Musyawarah DPR.
(pit)