Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menjelaskan pihaknya tengah mengkaji regulasi ihwal keberadaan jaksa penuntut di lembaganya. Agus tak ingin keberadaan para penuntut ini terancam dengan diterapkannya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Saya masih minta biro hukum KPK untuk mempelajari hal itu," kata Agus ketika dihubungi CNN Indonesia, Kamis (11/2).
Dalam UU ASN, keberadaan jaksa di lembaga lain tak diatur sebagaimana keberadaan aparat TNI dan Polri di instansi lain. Padahal, jaksa termasuk dalam pegawai negeri sipil yang perlu diatur secara gamblang di UU ASN.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan keberadaan jaksa masih bisa didasarkan pada Pasal 47 UU ASN. "Ada di Pasal 47 huruf b UU ASN," ucapnya ketika dihubungi.
Pasal tersebut berbunyi, "Penyelenggaraan manajemen ASN dalam bidang pertimbangan teknis formasi, pengadaan, perpindahan antarinstansi, persetujuan kenaikan pangkat, pensiun."
Hal senada diutarakan pakar hukum Pusat Studi Kebijakan dan Hukum Miko Susanto Ginting yang mengatakan KPK masih bisa berwenang menuntut dan memiliki jaksa berdasar UU KPK yang berlaku lex specialis. "Di UU KPK disebutkan pimpinan KPK adalah penuntut jadi yang berlaku tetap UU KPK karena lebih spesialis," kata Miko ketika dihubungi CNN Indonesia, Rabu (10/2).
Pasal 21 ayat 4 UU KPK menjelaskan pimpinan adalah penyidik dan penuntut umum. Sementara dalam Pasal 5, penuntut adalah penuntut umum yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK melalui surat yang diteken pimpinan.
Miko melanjutkan, pimpinan juga berwenang untuk mengangkat jaksa yang berasal dari Kejaksaan menjadi pegawai lembaga antirasuah dalam jangka empat tahun. Perpanjangan kontrak pegawai pun dimungkinkan setidaknya untuk dua kali masa jabatan.
(bag)