Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa hukum Setya Novanto, Firman Wijaya berkukuh tak ada pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden dalam pertemuan kliennya dengan Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Setya menurut Firman juga tak terlalu menganggap serius apa yang dibicarakan dalam pertemuan itu.
"Yang paling prinsip tidak ada pencatutan nama presiden dan Wapres termasuk tentang seputar saham," kata Firman usai mendampingi Setya di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (11/2).
Pertanyaan penyidik kepada Setya menurutnya juga tidak terkait lobi kontrak karya Freeport. Dia mengatakan, pertanyaan lebih difokuskan pada persoalan sikap kliennya saat bertemu petinggi Freeport dan pengusaha Riza Chalid. Setya, kata Firman, menyikapi persolan tersebut bukan sebagai hal serius.
"Beliau (Setya) tidak pernah menindaklanjuti dan tidak pernah menganggap serius persoalan-persoalan itu," ujar Firman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Firman mengatakan, selama permeriksaan berlangsung, kliennya lebih banyak mengklarifikasi pertanyaan yang diajukan penyidik kejaksaan. Dia mengatakan tidak ada pertanyaan yang disanggah oleh Setya.
"Ya substansi persoalannya di MKD itu, tidak jauh," katanya.
Saat ini, Setya menurut Firman menyerahkan sepenuhnya pelaksaan perkara ini pada Kejaksaan Agung. Kehadiran Setya pagi tadi disebut Firman sebagai itikad baik dan penghargaan terhadap proses hukum di Kejagung.
"Saya rasa kehadiran beliau bisa membuat terang persoalan yang sebenarnya," ujarnya.
Hari ini Setya kembali diperiksa dalam perkara pemufakatan jahat yang ditangani Kejaksaan Agung. Dugaan tersebut muncul setelah Setya saat masih jadi Ketua DPR, bertemu Maroef dan pengusaha Riza Chalid.
Dalam rekaman pembicaraan ketiganya yang beredar, ada pembicaraan soal permintaan saham yang akan diperuntukan bagi Presiden dan Wakil Presiden. Permintaan saham itu terkait perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia.
Atas dasar rekaman ini pula, Setya kemudian dilaporkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said ke Mahmakah Kehormatan Dewan (MKD). Setya kemudian mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua DPR.
Perkara pidananya ditangani Kejaksaan Agung yang mengendus ada pemufakatan jahat yang bisa berpontesi pada terjadinya tindak pidana korupsi.
(sur)