Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan mendukung penghapusan pekerja rumah tangga (PRT) anak sebagai upaya pemenuhan hak anak dan untuk mencegah berulangnya eksploitasi dan kekerasan terhadap pekerja di bawah umur.
"Anak kerap dilibatkan dalam kerja domestik dengan berbagai alasan demi kebaikan anak padahal secara jasmani dan rohani anak lebih rentan mengalami eksploitasi dan kekerasan," ujar Komisioner Komnas Perempuan Magdalena Sitorus menyatakan pihaknya saat konferensi pers di Komnas Perempuan, Jakarta, Minggu (14/2).
Namun, Magdalena memberikan catatan khusus. Apabila anak terpaksa bekerja sebagai PRT, ia menilai perlu ada perlakuan khusus untuk menjamin hak-hak anak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Misalnya, lanjutnya, PRT anak hanya diperbolehkan bekerja selama empat jam dalam sehari dan tetap mendapatkan hak untuk sekolah dan pengasuhan dari orang tuanya.
Perbudakan Anak
Pada kesempatan itu, ia juga menyoroti kasus kekerasan terhadap empat PRT, yaitu Ani, Erni, Musa dan Wardi oleh majikannya di kawasan Jakarta Timur.
Ani (20) diketahui telah bekerja sebagai PRT anak sejak berusia 12 tahun dan diduga telah mengalami penyiksaan dan penyekapan bertahun-tahun.
"Kami harap Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polres Metro Jakarta Timur segera menuntaskan penanganan dan memberikan pemulihan bagi korban yang selama anak mengalami kekerasan. Proses hukum hingga penghukuman pada pelaku kami tunggu," ujarnya.
Magdalena berpendapat kasus kekerasan terhadap PRT kerap terulang. Khususnya PRT anak, yang dinilainya belum mendapatkan perlindungan dari pemerintah.
"Tiga tahun terakhir ini, ada lima kasus penyiksaan PRT yang kami soroti, di antaranya kasus yang di Tangerang, Bogor, dua kasus di Medan, dan terakhir di Jakarta Timur," katanya.
Semua kasus tersebut, kata Magdalena, masuk dalam kategori perbudakan yang merupakan kejahatan berat. Selain itu, diketahui bahwa kasus-kasus PRT pada umumnya baru diketahui setelah kondisi korban sangat parah.
Berdasarkan catatan Komnas Perempuan, proses hukum pada kasus kekerasan tersebut belum memberikan keadilan pada korban. "Pada kasus penganiayaan PRT di Bogor, misalnya, pelaku hanya divonis satu tahun hukuman percobaan," katanya.
Sebelumnya diberitakan, seorang pemilik rumah di kawasan Jakarta Timur bernama Meta Hassan Musdalifah (40) diduga telah menganiaya empat PRT yang bekerja di rumahnya, yakni Ani, Erni, Musa dan Wardi.
Koordinator Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) Lita Anggraini mengungkapkan kasus ini bermula saat keempat korban yang berusia sekitar 20-an tahun, mengalami penyekapan dan diisolasi selama bekerja di rumah pelaku.
"Korban dipukul, ditendang, disiram air panas, salah sedikit, atau tidak mau melakukan perintah majikan, mendapat siksaan," kata Lita.
Ia mengatakan tindakan penganiyaan dan kekerasan diketahui setelah salah seorang korban, yaitu Ani berhasil melarikan diri pada Selasa (9/2) lalu, dengan menuruni kabel antena dan memanjat pagar ketika ada kesempatan. Hal itu dilakukannya, setelah mengalami penganiyaan terakhir pada Senin (8/2) lalu.
Ani yang mendapat pertolongan dari warga setempat, dibantu melapor ke pihak kepolisian. Sementara ketiga korban lainnya, dijemput polisi ke rumah pelaku saat dilakukan penggerebekan.
(ags)