Jokowi Diminta Tegas Tolak Revisi UU KPK

CNN Indonesia
Minggu, 14 Feb 2016 20:11 WIB
Revisi UU KPK yang diinisiasi DPR dinilai sebagai upaya untuk melemahkan lembaga antirasuah demi kepentingan segelintir golongan.
Presiden Joko Widodo berpidato dalam peresmian gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi pada hari ini, Selasa,29 Desember 2015. (CNN Indonesia/Andy Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar menuntut sikap tegas Presiden Joko Widodo untuk menolak tanpa syarat revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Apabila revisi beleid itu dikabulkan presiden, Umar meyakini akan mengecewakan masyarakat. Menurutnya, revisi UU KPK hanya mengedepankan kepentingan segelintir golongan.

"Saya pikir alasan disetujui dengan beberapa revisi tertentu enggak masuk akal juga. Kalau enggak setuju ya enggak setuju saja. Tegaslah! Kita cari pemimpin yang tegas. Negeri ini butuh pemimpin yang berani dan tegas," kata Bambang saat konferensi pers di kantor ICW, Jakarta, Minggu (14/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia pun mempertanyakan alasan pemerintah dan DPR merevisi UU KPK. Revisi tersebut, menurutnya, harus melalui persetujuan antara rakyat dengan penguasa, bukan hanya dari satu pihak saja.

Umar melihat upaya pelemahan KPK telah direncanakan sejak lama. Saat dirinya bergabung dengan Tim Sembilan untuk menyelesaikan konflik antara KPK dengan Polri, Bambang telah melihat gejala pelemahan itu.

"Ini ada perencanaan yang sudah jauh terhadap lembaga (KPK) itu agar jangan sampai kuat, karena kalau kuat berbahaya bagi lapisan-lapisan penguasa dan pemilik alat produksi," katanya.

Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) J Kristiadi juga memiliki pendapat yang sama dengan Bambang. Apabila pihak istana menarik dukungan terhadap revisi UU yang dinilai melemahkan KPK, menurutnya, itu kebijakan yang tepat.

"Sangat ditunggu sekali sikap presiden yang tegas bahwa ini tidak beres, jangan terima RUU itu," ujarnya.

Dia berharap presiden mau menolak revisi UU KPK yang dianggap malah memperkeruh pemberantasan korupsi. "Kalau tidak setuju tarik saja, enggak mau. Itu bisa batal," katanya.

Kristiadi berpendapat, presiden tengah membangun kredibilitas dan kepercayaan kepada masyarakat. Hal itu dilakukan agar pemerintah bisa lebih menjinakkan DPR dan partai-partai politik, yang kini kebanyakan mau diajak kompromi oleh presiden. Namun tidak ada jaminan jika presiden tidak memiliki kekuatan dukungan dari masyarakat.

Sementara peneliti Indonesia Corruption Watch Tama S. Langkun mengatakan ada beberapa alasan mengapa presiden harus menolak RUU KPK. Menurutnya, tidak ada alasan mendesak UU tersebut harus direvisi. Publik juga tidak mendukung revisi tersebut.

Alasan lain, lanjutnya, secara substansial revisi tersebut justru melemahkan KPK. Hal itu bertolak belakang dengan program Nawacita Jokowi yang menjanjikan penguatan KPK. Dia melihat jika revisi ini dipaksakan, maka citra presiden akan menurun di mata publik.

"Cara paling mudah untuk menghancurkan KPK adalah dengan menguliti kewenangan-kewenangannya lewat revisi UU dan mengkriminalisasi pimpinan KPK," kata Tama.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER