Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan untuk Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi di Kantor KPK, Jakarta, Selasa (16/2). Penyidik membedah kesaksian Hendrar untuk melengkapi berkas penyidikan kasus suap pengamanan proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
"Hendrar Prihadi dijadwalkan pemeriksaan untuk tersangka DWP (Anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti)," kata Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati.
Yuyuk menjelaskan Hendrar bukan satu-satunya saksi yang dihadirkan untuk pemeriksaan kali ini. Lembaga antirasuah juga meminta keterangan Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama sekaligus tersangka pemberi suap yakni Abdul Khoir dan tenaga ahli anggota DPR Komisi V Jailani.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keterangan ketiga orang ini bakal dituliskan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Nantinya BAP menjadi rumusan berkas dakwaan untuk Damayanti.
Damayanti diduga mengamankan proyek infrastruktur di Pulau Seram, Maluku. Ia disangka menerima duit sedikitnya Sin$99 ribu dari Abdul.
Menurut sumber CNNIndonesia.com, Abdul telah menggelontorkan sedikitnya RP40 miliar untuk Damayanti, politikus PAN Andi Taufan Tiro, politikus PKB Musa Zainudin, politikus Golkar Budi Supriyanto, dan pejabat Kementerian PUPR.
Duit untuk Damayanti diterima oleh koleganya Julia Prasetyarini dan Dessy A Edwin. Sementara Andi, menurut sumber CNNIndonesia, menerima sebanyak Rp8,4 miliar dari Abdul yang disetorkan selama tiga kali yakni Rp2 miliar, Rp1,5 miliar, dan Rp4,9 miliar.
Ketika dikonfirmasi usai penyidikan, Andi membantah. "Saya diperiksa jadi saksi. Wah itu tidak benar (penerimaan uang). Saya tidak tahu itu (uang), tidak paham itu (uang yang diterima)," kata Andi di Kantor KPK, Jumat pekan lalu.
Lebih jauh, dugaan aliran juga menyeret nama Musa selaku anggota Komisi V Fraksi PKB. Sumber menyebutkan Musa menerima sebanyak Rp8 miliar dari Abdul yang diserahkan melalui seorang staf ahli DPR, Jailani.
Sementara itu, fulus juga diduga mengalir ke anggota Komisi V Fraksi Golkar, Budi Supriyanto, sebanyak Sin$ 404 ribu. Duit untuk Budi diduga diserahkan melalui Dessy A Edwin, pada 7 Januari 2016. Dugaan penerimaan ini telah disanggah Budi ketika dikonfirmasi CNN Indonesia. Budi telah diperiksa satu kali oleh penyidik KPK pada Januari 2016.
Sumber itu menyebutkan, duit juga diterima oleh Kepala Badan Pelaksanaan Jalan Nasional IX untuk Daerah Maluku dan Maluku Utara Kementerian Pekerjaan PUPR, Amran Hl Mustary. Amran disebut menerima duit sebanyak Rp15,6 miliar dari Abdul yang disetor sebanyak empat kali pada 2015. Namun, Amran ketika dikonfirmasi usai penyidikan pun menyanggahnya. Amran bahkan berani untuk membuktikan nihilnya penerimaan duit oleh dirinya.
Fulus yang disebar diduga digunakan untuk mengamankan proyek jalan dan infrastruktur lain di Pulau Seram, kawasan Maluku untuk tahun anggaran 2016. Pengacara Abdul, Haerudin Masaro menjelaskan sedikitnya 20 paket proyek disiapkan untuk lokasi tersebut dengan nilai masing-masing proyek paling sedikit Rp30 miliar.
Hingga kini status Musa, Andi, dan Budi masih menjadi saksi. Sementara Damayanti, Julia, Dessy, dan Abdul telah menjadi tersangka.
Damayanti, Dessy, dan Julia dijerat melangar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 uu tipikor jo pasal 55 ayat 1 KUHAP. Sementara Abdul selaku tersangka pemberi suap kepadanya disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 33 UU Pemberantasan Tipikor.
(obs)