Pemerintah Dianggap Kecolongan soal Gerakan Pembebasan Papua

Abi Sarwanto | CNN Indonesia
Selasa, 16 Feb 2016 20:52 WIB
Anggota Komisi Pertahanan DPR Tantowi Yahya menilai isu pemisahan Papua dari Indonesia telah dijadikan agenda politik oleh negara-negara Melanesia.
Ilustrasi. (REUTERS/Muhammad Yamin)
Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya menilai pemerintah Indonesia telah kecolongan atas pendirian kantor cabang resmi United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) atau Gerakan Pembebasan Papua di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Papua, kemarin.

"Mestinya tidak boleh ada peresmian kantor gerakan yang meminta merdeka dan ada di Indonesia," kata Tantowi di kawasan Jakarta Pusat, Selasa (16/2).

Tantowi menyesalkan peran Kepala Badan Intelijen Daerah yang dianggap tidak saksama dalam mengawasi pembentukan kantor tersebut. Padahal, menurutnya salah satu agenda besar Gerakan Pembebasan Papua adalah mendorong referendum untuk memisahkan diri dari Indonesia.
Tantowi mengatakan pembentukan kantor Gerakan Pembebasan Papua di luar negeri tak bisa dikontrol, seperti di Vanuatu dan Kepulauan Solomon. Terlebih, kata dia, isu pemisahan Papua dari Indonesia telah dijadikan sebagai agenda politik negara-negara Melanisia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kampanye politik mereka adalah isu Papua, karena itu isu sensitif," ujar Tantowi.

Menurut Tantowi, sebanyak 40 persen keberadaan suku Melanesia berada di Papua. Dia menanggapi wajar ketika mendapati arah perjuangan dari negara-negara tersebut yang menghendaki pembebasan Papua dari Indonesia.

Selain itu, Tantowi melihat agenda utama dari Gerakan Pembebasan Papua saat ini adalah menjadikan pelanggaran HAM sebagai isu internasional. Upaya itu ditempuh karena isu pemisahan diri dari Indonesia sebelumnya tidak mendapat dukungan dari dunia internasional.

"Agenda utama mereka sekarang adalah menginternasionalisasi isu HAM setelah puluhan tahun Organisasi Papua Merdeka (OPM) tidak laku. Karena tidak ada satu pun negara yang mendukung gerakan separatis," kata Tantowi.
Tantowi meminta pemerintah lebih serius dalam melihat persoalan ini. Sebab, isu pelanggaran HAM dinilai seksi untuk menarik simpati dunia internasional. Hal itu telah ditunjukan dengan dukungan dari negara-negara Eropa, seperti Inggris dan Belanda.

Perkuat peran RI Pasifik Selatan

Pendirian kantor Gerakan Pembebasan Papua juga dinilai Tantowi karena peran pemerintah Indonesia belum cukup kuat di kawasan Pasifik Selatan. Hal ini dapat dilihat dari kantor perwakilan Indonesia yang hanya ada di Fiji dan Papua Nugini.

Selain itu, kehadiran atase pertahanan yang hanya ada di Papua Nugini dianggap belum mencukupi. Seharusnya, kata Tantowi, pemerintah Indonesia menempatkan atase pertahanan di negara Vanuatu dan Kepulauan Solomon.

"Jadi seharusnya kita harus hadir di Kepulauan Solomon dan Vanuatu. Tidak usah kantor perwakilan besar, kecil juga sudah cukup. Ini untuk eliminir gerakan mereka," kata Tantowi.
Untuk itu, Tantowi menyarankan pemerintah melakukan dua hal dalam mengatasi persoalan ini ke depannya. Pertama, memformat ulang peran politik di kawasan Pasifik Selatan dengan memperkuat perwakilan Indonesia dan menambah atase pertahanan.

"Jadi perwakilan di Fiji harus diperkuat dilengkapi atase pertahanan. Sekarang ada lagi kebijakan yang tidak sepaham dengan kekuatan di Pasifik Selatan. Papua Nugini handel Vanuatu, Fiji dan Kepulauan Solomon. Itu terlalu besar," ujar Tantowi.

Kedua, Tantowi berpendapat harus ada penambahan anggaran untuk melakukan lobi dan kegiatan kebudayaan Indonesia dan Melanesia bagi kantor-kantor perwakilan di kawasan Pasifik Selatan.

Sebelumnya, UWLP atau Gerakan Pembebasan Papua mendirikan kantor resmi di Wamena, sebagai langkah untuk mendorong referendum Papua ke Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Sebelumnya diberitakan aparat Kepolisian dan Pemerintah Daerah Papua menurunkan plang United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) atau Gerakan Pembebasan Papua yang sempat diresmikan di Wamena, kemarin.

Kapendam Cendrawasih Letkol Inf Teguh Puji Rahardjo menyatakan peresmian kantor Gerakan Pembebasan Papua merupakan bentuk pengelabuan sejumlah oknum terhadap masyarakat Wamena yang sebelumnya berniat meresmikan kantor Dewan Adat Papua.

"Organisasi itu terlarang. Setelah kepolisian dan Pemda bernegosiasi, akhirnya plang mereka dicopot," kata Teguh saat dikonfirmasi CNN Indonesia.

Berdasarkan permintaan izin yang masuk ke kepolisian, kata Teguh, masyarakat kemarin berniat meresmikan kantor Dewan Adat Papua. Kantor itu nantinya akan berfungsi mengadopsi masalah-masalah adat di Papua.

Namun dalam pelaksanaannya, kata Teguh, peresmian itu ditunggangi oleh sejumlah oknum dari Gerakan Pembebasan Papua.

"Sekitar 400 orang masyarakat di sana merasa tertipu. Mereka berniat menyelamatkan Dewan Adat Papua, tapi dalam pelaksanaannya ini ditunggangi oleh sekelompok oknum dari ULMWP," kata Teguh.
(gilang)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER