Banjir Dukungan, KPK Klaim Rakyat Tak Ingin UU KPK Direvisi

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Sabtu, 20 Feb 2016 03:43 WIB
Empat poin revisi yang dinilai melemahkan yakni pembentukan Dewan Pengawas, pembatasan penyadapan, penerbitan SP3, dan pembatasan penyidik independen.
Ketua KPK Agus Rahardjo bersama kelompok akademisi menolak revisi UU KPK, di Kantor KPK, Jakarta, Jumat (19/2). (CNN Indonesia/Aghnia Adzkia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertemu sekelompok akademisi dan guru besar perguruan tinggi yang menolak revisi UU KPK di Kantor KPK, Jakarta, Jumat (18/2). Dukungan terus membanjiri komisi antirasuah agar wewenangnya tak dipangkas melalui beleid tersebut.

Ketua KPK Agus Rahardjo merespons positif dukungan terhadap komisi antirasuah ini. "Mereka memberikan dukungan kepada KPK bahwa revisi UU KPK waktunya bukan hari ini kalau mau dilakukan. Ini memberikan sinyal pada saudara-saudara kita yang di DPR dan presiden bahwa rakyat memang menghendaki tidak dilakukan revisi UU KPK" kata Agus di Kantor KPK, Jakarta, Jumat (19/2).

Dukungan ini, menurut Agus, merupakan sinyal kuat dari elemen masyarakat. Beberapa waktu, dukungan serupa juga diberikan dari pegiat Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dan musisi Marjinal.
"Beberapa hari yang akan datang bahkan ada Slank juga akan datang," ucapnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, mantan Anggota Kompolnas Bambang Widodo Umar yang turut dalam rombongan tersebut menyampaikan kegelisihannya terhadap revisi aturan ini. "Ini dukungan ikut mempertahankan bagaimana eksistensi KPK ini agar lebih kuat lagi. Kita tidak ingin ada kelompok atau golingan tertentu yang akan memperlemah KPK," ucap Bambang di Kantor KPK.

Hal senada diutarakan Guru Besar Hukum Universitas Borobudur Faisal Santiago yang menolak revisi UU KPK. "Kalau kewenangan yang dimiliki KPK ini dikurangi, ini bukan lagi KPK tapi lembaga biasa saja karena marwahnya itu di kelebihannya itu dari lembaga penegak hukum lain," ucapnya.
Empat poin revisi yang dinilai melemahkan yakni pembentukan Dewan Pengawas, pembatasan penyadapan melalui izin Dewan Pengawas, penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan, dan pembatasan pengangkatan penyelidik dan penyidik independen.

Kritik Naskah Akademik

Bambang menjelaskan beleid ini tak melewati prosedur sebagaimana mestinya. Seharusnya revisi UU KPK harus melalui penelitian dan naskah akademik.

"Kami mempertahankan eksistensi undang-undang yang sudah ada. Ini dipakai saja dulu lah pada suatu saat nanti revisi harus dari hasil penelitian jangan mengubah itu dari hasil asumsi dan kepentingan. Tapi harus diteliti terlebih dahulu," ucapnya.
Penelitian dan rumusan naskah akademik dinilai dapat meniminalisir masuknya kepentingan kelompok tertentu. Alhasil, undang-undang yang dihasilkan pun dapat obyektif untuk memberantas korupsi tanpa pandang bulu.

"Kami masih butuh KPK untuk membuat republik ini lebih adil makmur, sejahtera begitu. Cepat atau lambat kita akan tempuh terus kita tidak akan berhenti," ucapnya.

Bambang menjelaskan, sementara mereka giat menolak revisi, cara lain juga telah ditempuh untuk pemberantasan korupsi melalui pendidikan antikorupsi di perguruan tinggi seperti Universitas Paramadina, Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor, dan kampus lainnya.
"Mahasiswa harus mempelajari korupsi di Indonesia. Ini salah satu cara untuk memperluas semangat dan perlawanan terhadap korupsi karena korupsi masih masif d indonesia. Dengan mendidik, kami bangun semangat untuk memperbaiki negeri ini," katanya. (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER