Jakarta, CNN Indonesia -- Peneliti Institute Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara mengatakan hingga saat ini korban salah tangkap atau peradilan sesat masih sulit mengklaim uang ganti rugi. Pencairan dana ganti rugi dinilai masih berbelit-belit sehingga menyulitkan korban yang mencari keadilan.
"Padahal, sudah ada revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 1983 menjadi PP Nomor 92 Tahun 2015 yang menaikkan besaran ganti rugi bagi korban salah tangkap, tetapi nyatanya untuk mencairkannya saja sulit terlaksana," kata Anggara dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Selasa (23/2).
Sebagai contoh, Anggara menceritakan kasus yang dialami Sri Mulyati, seorang kasir, di mana ia dituduh mempekerjakan anak di salah satu karaoke di Semarang. Ia sempat mendekam di penjara selama 13 bulan sebelum diputus bebas oleh Mahkamah Agung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seharusnya, Sri mendapatkan uang ganti rugi sebesar Rp7 juta. Namun, hingga kini uang tersebut belum didapatkannya.
Kasus lainnya dialami buruh pabrik Krisbayudi yang dituduh melakukan pembunuhan. Krisbayudi ditahan selama 251 hari dan disiksa. Ia kemudian diputus bebas Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 2012 lalu.
"Ia mengajukan ganti rugi dan Pengadilan Tinggi Jakarta menetapkan ganti rugi sebesar Rp1 juta namun belum cair hingga saat ini. Prosedur yang rumit menjadi alasan," kata Anggara.
Anggara berpendapat pencairan uang ganti rugi seharusnya dipermudah. Pihaknya mendorong revisi Keputusan Menteri Keuangan Nomor 983/KMK.01/1983 (KMK Nomor 983) tentang Tata Cara Pembayaran Ganti Rugi.
"Perlu dicatat bahwa melalui PP Nomor 92 Tahun 2015 pemerintah telah mengatur jangka waktu pembayaran ganti kerugian yaitu paling lama 14 hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan ganti kerugian diterima menteri keuangan," katanya.
Anggara menilai KMK 983 sebaiknya segera diganti dengan aturan baru yang menetapkan bahwa beban dokumen tidak boleh lagi diletakkan pada pencari keadilan. "Seluruh proses tersebut seharusnya dilakukan secara otomatis begitu ada putusan pengadilan," katanya.
(bag)