Jakarta, CNN Indonesia -- Sebuah masjid kecil berlapis keramik krem dengan corak hijau yang terletak di antara permukiman sederhana di kawasan Gunung Sahari, Jakarta Pusat, mendadak penuh sesak oleh jemaat pada hari Minggu dua pekan lalu, 14 Februari 2016.
Tahmid, seorang penjahit yang sehari-hari menjalankan usahanya di samping kanan masjid itu, terkejut melihat kedatangan 50 orang lebih yang tak dia kenali.
Seorang pria berjanggut dan mengenakan baju serba hitam memimpin pertemuan para jemaat di masjid bernama Asy Syuhada itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia adalah Syamsudin Uba, pria yang pernah ditangkap –dan dilepas karena tak cukup bukti– oleh polisi karena diduga menyebarkan paham radikal Negara Islam Irak dan Suriah alias ISIS di Alor, Nusa Tenggara Timur, tahun 2015.
Rabu (24/2), wartawan CNNIndonesia.com Rinaldy Sofwan Fakhrana mendatangi masjid yang hanya bisa dilintasi lewat jalan selebar kurang lebih satu meter itu.
Dari luar, terdengar suara beberapa orang berbincang di balik salah satu pagar besi yang dicat hijau.
Saat memasuki bangunan masjid, seseorang bertubuh tegap, berjaket kulit, dan bercelana cokelat, justru melangkah pergi sambil memandang penuh curiga. Ternyata dia petugas Kepolisian setempat.
"Saya baru klarifikasi ke Kepolisian, dari Polsek," kata Agus Salim, Ketua Pengurus Masjid Asy Syuhada yang baru saja ditemui si polisi.
Dia mengklarifikasi soal dugaan penyebaran propaganda ISIS yang bertempat di masjidnya dalam pertemuan yang dipimpin Syamsudin Uba tanggal 14 Februari itu.
Merasa dibohongiSehari sebelum pertemuan mencurigakan yang dipimpin Syamsudin Uba itu, telepon genggam Agus berdering sekitar 13.30 WIB. Panggilan datang dari Rifan Muzamil, seorang pengurus yang bertugas sebagai seksi dakwah di masjid tersebut.
Saat itu, Agus yang baru saja terbangun dari tidurnya langsung mengiyakan permintaan Rifan. Anak buahnya itu meminta izin untuk menyelenggarakan pengajian keesokan harinya, mulai pukul 09.00 WIB hingga tengah hari saat waktu salat zuhur tiba.
Masjid itu biasanya memang kerap digunakan pengajian remaja setempat setiap hari Minggu pagi. Namun kegiatan itu telah lama tidak dilakukan sejak Idul Fitri tahun lalu.
Agus pun sumringah. Dia pikir, remaja-remaja di sekitarnya mulai kembali rajin mengaji. Terlebih, Rifan mengatakan pengajian itu akan bertemakan kajian tauhid.
"Kalau mau ngaji, ya ngaji saja, asal jangan dengan materi yang aneh-aneh," kata Agus kepada Rifan. Dia khawatir karena berdasarkan pengalaman pribadinya, remaja-remaja sering kali membahas topik kontroversial.
Agus sendiri tidak bisa menghadiri pengajian itu karena mesti mewakili keluarganya dalam acara lamaran. Agus baru tahu pengajian itu dihadiri lebih dari 50 orang sehari sesudahnya, pada Senin 15 Februari.
Menurut Agus, warga melapor bahwa pertemuan di Masjid Asy Syuhada dihadiri sekitar 70 orang, termasuk ibu-ibu dan anak kecil.
"Anak-anak lapor ke saya, saat mau salat zuhur, masjid ramai diisi orang tak dikenal. Ada juga yang melapor kalau materi kajiannya seperti itu," kata Agus tanpa mau merinci seperti apa materi yang dia maksud.
Agus pun merasa dibohongi. Dia menegaskan saat itu tidak ada warga sekitar yang menghadiri acara tersebut, dan dia tidak mengenal siapa itu Syamsudin Uba.
Sejumlah warga yang ditemui CNNIndonesia.com membenarkan ucapan Agus itu.
Agus kian kesal saat tak lama kemudian, media Australia yang turut hadir dalam pertemuan di Masjid Asy Syuhada menyiarkan berita yang menyebut telah terjadi penyebaran propaganda ISIS di masjid itu.
"Saya minta ini diklarifikasi. Masjid ini bukan sarang ISIS, bukan tempat perekrutan ISIS. ISIS itu penyalahgunaan simbol agama, tidak manusiawi," kata Agus.
CNNIndonesia.com selanjutnya menemui Rifan, anak buah Agus yang meminta izin untuk menggelar pengajian di masjid itu.
Simak cerita Rifan pada artikel selanjutnya.
(agk)