Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo berharap draf revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah tidak dibuat hanya untuk menutupi kekurangan proses pemilihan secara parsial.
Jokowi berkata, revisi tersebut seharusnya dapat menjadi payung hukum untuk pilkada-pilkada berikutnya.
"Saya tidak ingin regulasi pilkada bersifat tambal sulam atau hanya menutupi kekurangan masa lalu. Revisi itu harusnya bersifat antisipatif terhadap hal-hal yang akan terjadi," ucapnya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (15/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jokowi meminta Kementerian Dalam Negeri dan lembaga-lembaga yang membidangi pilkada memetakan persoalan secara menyeluruh.
Jika itu terlaksana, Jokowi yakin, pemerintah tidak akan terjebak pada permasalahan jangka pendek.
"Saya berharap rumusan pasal-pasal dalam draf revisi UU Pilkada lebih jelas dibandingkan sebelumnya dan tidak multitafsir," tuturnya.
Perbaikan UU Pilkada, menurut Jokowi, bukan hanya untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi tapi juga menyempurnakan kesalahan prosedural yang terjadi pada pilkada terdahulu.
Pada kesempatan berbeda, Mendagri Tjahjo Kumolo menyebut sembilan hal yang akan menjadi poin penting pada draf revisi UU Pilkada.
Satu dari sembilan poin itu adalah keharusan anggota dewan dan aparatur negeri sipil untuk mengundurkan diri setelah ditetapkan menjadi calon kepala dan wakil kepala daerah.
"Ada juga yang berkaitan dengan mantan narapidana yang boleh maju ke pencalonan. Soal calon tunggal juga masuk draf revisi," kata Tjahjo.
Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman menargetkan pembahasan revisi UU Pilkada dapat selesai sebelum tahapan Pilkada dimulai pada Juli mendatang.
"Kami ambil Juli. Tapi, kenapa bulan Juli kalau bisa bulan Juni selesai tentang revisi Pilkada itu," kata Rambe kemarin.
(abm)