Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama enggan memusingkan gugatan praperadilan yang ditujukan pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran dianggap lambat mengusut kasus dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras. Basuki menilai dirinya tak layak untuk dijadikan saksi dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut.
"Bagaimana saya mau menjadi saksi kalau saya tak boleh membuka (hasil pemeriksaan di Badan Pemeriksa Keuangan)," kata Basuki saat ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (15/3).
Basuki menjelaskan, satu-satunya yang berhak untuk membuka hasil pemeriksaan adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku pemeriksa. Jika dirinya yang membuka maka itu bisa dianggap melanggar tata negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan, kata Basuki, jika dia sudah melanggar tata negara maka dia bisa saja dikenakan pidana lantaran membocorkan rahasia negara.
"Saya bisa dipidana kalau membuka semua, itu jebakan betmen namanya," ujar Basuki.
Pria yang akrab disapa Ahok tersebut
menegaskan pihak pengadilan harus memanggil BPK untuk bersaksi di persidangan dan bukan malah memanggil dirinya.
"Kalau mau memanggil maka harus panggil BPK, mereka harus mengeluarkan berita acara sedangkan saya tak boleh," kata Ahok.
Sebelumnya sidang praperadilan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Rumah Sakit (RS) Sumber Waras yang diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang seharusnya digelar Senin (14/3) terpaksa harus ditunda. Pihak termohon yakni KPK tidak hadir dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan tersebut.
Hakim Tunggal Tursiani Aftianti menyatakan, pemanggilan pada KPK telah dilakukan dari satu bulan yang lalu.
"Termohon tidak hadir maka pemanggilan selanjutnya akan dilakukan seminggu ke depan pada Senin 21 Maret 2016," ujar Tursiani di PN Jakarta Selatan, Senin (14/3).
Koordinator MAKI Boyamin Saiman sebagai pemohon mengaku kecewa dengan absennya KPK dalam sidang ini. Padahal hakim telah memberikan waktu cukup panjang sejak ia mengajukan permohonan pada 11 Februari 2016.
"Ini contoh buruk karena KPK tidak kirim surat atau paling tidak minta sidang ditunda. Berarti KPK memang tidak berniat untuk membela diri atau memberikan jawaban," kata Boyamin.
Boyamin menilai KPK sengaja mengulur waktu pemeriksaan kasus ini. Padahal hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah jelas menunjukkan kerugian negara yang mencapai Rp 191 miliar.
(rdk)