Tito Karnavian: Pencegahan dan Rehab Jadi Tugas Utama BNPT

Utami Diah Kusumawati | CNN Indonesia
Rabu, 16 Mar 2016 14:06 WIB
Ada tiga tahapan yakni pencegahan, penindakan hukum, dan rehabilitasi pasca penegakkan hukum. Domain terpenting ada pada pencegahan dan rehabilitasi.
Irjen Tito Karnavian dilantik menjadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme oleh Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu, 16 Maret 2016. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Inspektur Jenderal Tito Karnavian mengatakan terdapat tiga tugas dari lembaga barunya di masa mendatang. Hal tersebut disampaikan Tito usai dilantik menjadi Kepala BNPT di Istana Kepresidenan, Rabu (16/3).

"Pada intinya, ada tiga tahapan yakni pencegahan, penindakan hukum, dan rehabilitasi pasca penegakkan hukum," kata Tito.

Dari ketiganya, ujarnya, domain terpenting berada pada ranah pencegahan dan rehabilitasi. Dia menilai diperlukan adanya koordinasi antarlembaga untuk menjalankan ketiga fungsi tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tidak bisa satu instansi (BNPT). Tidak cukup pemerintah harus ada kerja sama dengan lembaga nonpemerintah termasuk masyarakat sipil," katanya.

Tito mengaku telah memiliki konsep untuk menjalankan ketiga fungsi tersebut, terutama karena dia merupakan doktor dengan tesis di bidang pencegahan dan rehabilitasi.

"Konsep ini akan saya jalankan dan meyakinkan semua stakeholder untuk duduk bersama membuat program yang konseptual dan sistematis," ujarnya.

Sementara untuk penegakkan hukum, domain utama ada di kepolisian dan kejaksaan, kata Tito. Namun, dia menilai perlu adanya dukungan dari intelijen.

"Sehingga penting mensinergikan komunitas intelijen seperti Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Intelijen Strategis (BAIS) agar analisisnya lebih tajam," katanya.  

Tito mengakui persoalan yang ada selama ini adalah proses rehabilitasi. Dia mencontohkan saat menangani operasi paramiliter di Aceh, para dalang teror merencanakan aksi mereka dari balik Lembaga Pemasyarakatan Cipinang.

"Ada Abu Bakar Baasyir, Aman Abdurrahman, Iwan Darmawan Rois, dan Dulmatin juga datang ke situ," katanya.

Sementara itu, untuk kasus bom Thamrin, Tito menjelaskan berdasarkan keterangan Densus 88 yang didapatnya, perencanaan teror justru dilakukan dari balik penjara Nusakambangan.

Dia menilai perlu ada kegiatan penanganan yang disebut rehabilitasi paska penegakkan hukum. Hal itu termasuk bagaimana melakukan penanganan terhadap teroris agar tidak melakukan aksi kedua kali, memengaruhi yang lain dan tidak kembali pada jaringan.

Oleh karena itu, Tito mengatakan penting untuk memahami motif atau peran dalam jaringan terorisme dalam melakukan rehabilitasi.

"Sebabnya, dalam jaringan teroris ada layers (lapisan) sistem, " kata Tito.

Dalam sistem tersebut, dia menyebutkan terdiri dari kelompok inti atau hardcore yang sangat radikal. Ada pula kelompok kooperatif dan pendukung yang kurang radikal. Lalu, di lingkaran paling luar, ada kelompok pendukung.

"Ini harus dibedakan antara treatment satu dengan yang lain jangan dijadikan satu (disamaratakan)," katanya.

Penjara Khusus Teroris

Tito juga menilai perlunya sebuah penjara khusus dengan penjagaan keamanan maksimum (maximum security prison) bagi pelaku teror yang tidak bisa berubah sama sekali.

"Perlu ada maximum security prison di mana dia tidak bisa memengaruhi yang lain," kata Tito.

Selain itu, ujarnya, penjara dengan penjagaan khusus itu dibutuhkan agar pelaku teror tertentu tidak bisa melakukan komunikasi sangat bebas sehingga bisa melakukan perencanaan dari dalam penjara. (obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER