Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Kepolisian Polda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Tito Karnavian, mendesak pemerintah segera merevisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Tito, pemegang gelar doktoral bidang terorisme dari Universitas Teknologi Nanyang, Singapura, akan dilantik menjadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Rabu (16/3) besok.
"Undang-undang itu dulu dibuat hanya untuk mengatur ketentuan penanganan insiden bom Bali yang terjadi tahun 2002," ujarnya di Markas Polda Metro Jaya, Jakarta, siang tadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Tito, beleid antiterorisme yang saat ini berlaku tidak mengatur penanggulangan aksi teror terkini secara komprehensif. Ia berkata, UU tersebut dibuat hanya untuk memudahkan penegak hukum mengungkap Bom Bali dan mengadili para pelaku di pengadilan.
Mengutip keterangan para terduga teroris yang telah ditahan, Tito mengatakan, pelaku teror merupakan korban penyebaran paham radikal. UU Antiterorisme, kata Tito, belum mencegah penyebaran ideologi radikal tersebut.
"Dulu ada jaringan Al-Qaeda, sekarang ISIS (Negara Islam di Irak dan Suriah). Ibarat penyakit menular, mereka terkena paham ideologi radikal, artinya kegiatan pencegahan harus dikenal dalam UU itu," ucapnya.
Penguatan dan kerja sama internasional dalam menangani aksi terorisme, menurut Tito, juga perlu diatur lebih rinci pada beleid antiterorisme. Ia menuturkan, jika dua hal itu diatur, penindakan akan lebih mudah terlaksana.
Lebih lanjut, Tito mengapresiasi penangkapan 14 orang WNI terduga simpatisan ISIS yang hendak berangkat ke Suriah, pekan lalu.
Mantan Kapolda Papua itu berkata, penangkapan tersebut menunjukan kelompok teror di Indonesia berjejaring dengan kelompok serupa di luar negeri.
"Kalau mereka jadi berangkat ke Suriah dan punya senjata, kami tidak ada ancaman hukumannya. Itu kan repot, " ujarnya.
Tito juga mengungkapkan, jika UU Antiterorisme tak segera direvisi, aparat akan kembali kecolongan dalam menangani aksi teror.
(abm)