Jakarta, CNN Indonesia -- Lebih dari 70 persen legislator baik pusat maupun daerah tak melaporkan hartanya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak tahun 2014 hingga 2015. Merujuk data Anticorruption Clearing House (ACCH), jumlah mereka yang tak melapor untuk dua tahun tersebut masing-masing 7.352 orang dan 9.700 orang.
Sementara mereka yang melapor per tahun 2014 dan 2015 masing-masing 2.879 dan 3.600 anggota dewan. Padahal, komisi antirasuah mencatat jumlah penyelenggara negara dari sektor legislatif yang wajib melaporkan hartanya sebanyak 10.231 orang pada 2014 dan 13.300 pada 2015.
Jika dibandingkan 2013, tingkat kepatuhan anggota dewan pada dua tahun tersebut justru merosot tajam. Di tahun 2013, persentase legislator yang menunaikan kewajibannya yakni 95,63 persen atau 2.780 orang. Menjadi catatan penting adalah pada tahun tersebut jumlah wajib lapor tak sebanyak dua tahun berikutnya yakni 2.907 orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengatakan persentase angka kepatuhan menurun tajam lantaran pada tahun 2014 dan 2015 jumlah legislator yang wajib melaporkan hartanya meroket. "Itu jumlah wajib lapor meningkat karena tahun pemilu," kata Priharsa ketika dikonfirmasi.
Pada tahun 2014 dan 2015, pemilihan umum digelar untuk tiga kategori yakni pemilihan legislatif, pemilihan presiden, dan pemilihan kepala daerah serentak. Sebagai persyaratan administrasi yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum, tiap calon harus mendaftarkan hartanya melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Pelaporan ini sebagai bentuk transparansi sumber uang dan kepatuhan pembayaran pajak.
Hal senada diucapkan Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati. Yuyuk menjelaskan, terjadi perluasan wajib lapor sejak dua tahun belakangan. Untuk penyelenggara negara setingkat DPRD juga diwajibkan melapor. "Misalnya juga kalau untuk eksekutif yang tadinya hanya eselon I yang wajib melapor sekarang eselon III juga harus melaporkan," kata Yuyuk.
Selain itu, Yuyuk menambahkan sejumlah penyelenggara negara mengeluhkan kerumitan mengisi formulir pelaporan. Meski demikian, Yuyuk mengatakan pihaknya telah memberi kemudahan pengisian melalui bimbingan teknis yang diberikan untuk instansi tertentu. "Sudah ada bimbingan teknis rutin dan ada pedoman juga," ujarnya.
Dalam UU nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, penyelenggara negara wajib bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan sesudah menjabat, dan wajib mengumumkan dan melaporkan kekayaannya saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi dan pensiun. Jika tidak, akan ada sanksi administrasi di instansi masing-masing seperti diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999.
Sementara itu, tingkat kepatuhan anggota DPR hingga Maret 2016 sebanyak 62,75 persen dimana 37,25 persen atau sekitar 203 orang belum menyetor formulir LHKPN termasuk di antaranya Ketua DPR Ade Komarudin.
(obs)