Jakarta, CNN Indonesia -- Putusan praperadilan putusan Jaksa Agung terkait deponering atau mengesampingkan perkara atas pemalsuan dokumen oleh eks petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad dan kesaksian palsu Bambang Widjajanto pada sidang sengketa Pilkada kota Waringin di Mahkamah Konstitusi dibacakan hari ini, Rabu (23/3) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Putusan yang dibacakan Hakim Tunggal Sutiyono di ruang sidang 5 sekitar pukul 14.00 WIB tersebut memutus bahwa permohonan praperadilan yang diajukan pemohon yakni Otto Cornelius (O.C) Kaligis dan Suryadharma Ali tidak diterima oleh pengadilan.
"Menyatakan permohonan praperadilan dari pemohon tidak dapat diterima dan membebankan biaya perkara sebesar nihil," ucap Hakim Tunggal Sutiyono diruang sidang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pembacaan putusan tersebut, hakim menyatakan bahwa objek permohonan yang diajukan pemohon tidak sesuai.
Seperti yang diketahui sebelumnya, praperadilan AS dan BW diajukan pihak pemohon tanggal 19 Februari kemarin dengan objek terkait Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKP2) sedangkan keputusan yang dikeluarkan Jaksa Agung terkait AS dan BW adalah deponering untuk kepentingan umum tertanggal 3 Maret 2016.
Sementara untuk perkara Novel Baswedan, permohonan praperadilan yang diajukan tanggal 19 Februari 2016 mendahuli tanggal dikeluarkannya SKP2 Novel Baswedan oleh Kejaksaan Negeri kotw Bengkulu yakni tertanggal 23 Februari 2026. Dengan kata lain pemohon mendahului objek permohonan yang ada.
Selain itu Hakim pun menyatakan bahwa pengajuan praperadilan dari pihak pemohon tidak memiliki legal standing yang tercantum dalam pasal 80 KUHAP. Dimana dalam hal ini pihak pemohon yakni O.C Kaligis dan Suryadharma Ali tidak memiliki hubungan langsung dengan objek praperadilan yang diajukan.
Desyana selaku tim kuasa hukum pemohon menyatakan kekecewaannya terhadap hasil putusan praperadilan hari ini. Ia menyatakan akan mengajukan banding karena menganggap alasan hakim tidak menerima permohonan praperadilan tersebut tidak menyentuh pokok materi yang diperiksa.
"Putusan hakim bukan terkait pokok materi yang diperiksa. Ini lebih terkait kepada eksepsi termohon, tapi pokok materinya tidak dipertimbangkan," tutur Desyana seusai sidang putusan.
Desyana menyatakan pihaknya akan terus menempuh upaya hukum demi penegakan keadilan.
"Mestinya kasus ini tidak menjadikan orang kebal hukum. Seseorang yang menjabat sebagai pejabat KPK bukan berarti dia kebal hukum dong seharusnya. Kepentingan umum mana yang dilanggar? Seharusnya hakim maupun Jaksa Agung bisa menjelaskan," tambah Desiana.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo memutuskan untuk mengeluarkan deponering bagi kasus yang menjerat mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Abraham Samad ditetapkan dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen dan pembuatan paspor tahun 2007. Sementara Bambang Widjojanto atas kasus saksi palsu Juni 2010.
Prasetyo menyatakan deponering diberikan dengan alasan kasus Abraham Samad dan Bambang Widjojanto merupakan perkara luar biasa. Kasus keduanya kini dihentikan juga karena amat menyita perhatian publik, dan dikhawatirkan dapat memperlemah semangat pemberantasan korupsi di Indonesia jika dilanjutkan proses hukumnya.
"Saya selaku Jaksa Agung menggunakan hak prerogatif yang diberikan Undang-Undang Kejaksaan untuk mengambil keputusan. Keputusan yang diambil adalah mengesampingkan perkara, deponering perkara atas nama Abraham Samad dan Bambang Widjojanto,” kata Prasetyo di gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (3/3).
(bag/bag)