Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Agung M Prasetyo berpandangan, pengemudi angkutan umum berbasis online tidak bisa sepenuhnya disalahkan dalam polemik yang terjadi beberapa hari belakangan, karena mereka bisa beroperasi jika ada permintaan dari penumpang.
Menurut Prasetyo, saat ini penumpang lebih memilih taksi atau ojek yang bisa dipesan secara online melalui aplikasi di telepon genggamnya, karena dianggap lebih murah dan mudah.
"Sekarang kenapa orang meninggalkan taksi konvensional? Karena mereka melihat ada yang baru yang lebih murah, jadi tidak bisa disalahkan. (Jika mereka disalahkan), berarti yang menggunakan salah juga. Iya kan? Kalau kita lihat dari teori sebab akibat," ujar Prasetyo di Sasana Pradana Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Jakarta Selatan, Kamis (24/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prasetyo menuturkan, masyarakat adalah pihak yang paling berhak untuk menilai apakah aplikasi ini bisa tetap diizinkan untuk beroperasi atau tidak. Ia berpendapat, masyarakat banyak yang merasakan manfaat dari aplikasi ini.
"Ini kan masyarakat yang menilai. Banyak dari mereka yang mengatakan lebih senang Grab, yang online itu. Karena apa? Lebih nyaman, lebih murah. Sekarang tentunya persuasif," katanya.
Prasetyo menganggap aplikasi ini sebagai model bisnis baru, sehingga perlu ditertibkan dengan peraturan atau payung hukum. Ia mengaku mendengar kabar bahwa Menteri Perhubungan Ignasius Jonan memberikan waktu untuk penertiban hingga 31 Mei 2016.
"Makanya sekarang mau ditertibkan. Mereka harus terdaftar, mereka harus punya izin, dan tentunya kewajiban pajak harus dipenuhi," ujarnya.
Prasetyo berharap dengan adanya pendatang baru di bidang transportasi ini, penggiat transportasi lama juga harus berusaha untuk memperbaiki diri.
(bag)