Jakarta, CNN Indonesia -- Pengemis hingga gelandangan saat ini masih menjadi permasalahan yang menjamur di ibukota. Salah satu yang baru saja terjaring razia Dinas Sosial DKI Jakarta adalah ayah Marshanda, Irwan Yusuf, di kawasan Bangka, Jakarta Selatan pada Jumat pekan lalu.
Petugas kemudian membawa pengemis maupun gelandangan yang terjaring razia ini ke Panti Sosial Bina Insan (PSBI) 2 Cipayung, Jakarta Timur untuk mendapatkan pembinaan.
Di PSBI Cipayung rupanya tak hanya menampung pengemis dan gelandangan. Berbagai macam Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) seperti anak jalanan, mantan pekerja seks komersial, penyandang cacat tubuh, hingga orang lanjut usia (lansia) yang terjaring razia juga dibawa ke panti sosial yang berada di Jalan Raya Bina Marga, Cipayung ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepala Satuan Pelaksana Pembinaan PSBI Cipayung, Danil mengungkapkan, setiap bulan ada sekitar 400 penghuni yang mengikuti pembinaan di panti. Meski kapasitas panti hanya berkisar 300 sampai 350 penghuni, Danil membantah jika panti kelebihan kapasitas. PSBI hanya menjadi penampungan awal sebelum mereka dipindahkan ke panti yang sesuai dengan kategori usia masing-masing.
"Kami tidak boleh menolak. Nanti setelah diklasifikasi baru dipindahkan, kalau anak ya dibawa ke panti anak, lansia ya dibawa ke panti khusus orang tua," kata Danil ditemui di PSBI Cipayung, Senin (28/3).
PSBI Cipayung menyediakan 10 ruangan sebagai tempat istirahat bagi para PMKS. Tiap ruangan serupa barak mampu menampung 10 hingga 15 orang. Bahkan ada satu ruangan yang menampung hingga 50 orang. Biasanya ruangan besar tersebut digunakan bagi penyandang gangguan jiwa tanpa alas tidur.
"Mereka campur saja sesuai jenis kelamin. Paling kami pisah sesuai usai dan permasalahannya, kalau remaja ya kami pisahkan dengan orang tua," katanya. Ruangan ayah Marshanda pun, menurutnya, bergabung dengan PMKS lain yang memiliki permasalahan serupa.
Selain tempat istirahat, panti juga menyediakan fasilitas berupa aula dan lapangan futsal untuk area bermain para penghuni. Dikatakan Danil, selama tinggal di panti, mereka menjalani aktivitas rutin dari pagi hingga sore hari. Tiap pagi penghuni panti diwajibkan mengikuti senam pagi dan kegiatan bersih-bersih dengan didampingi 40 petugas panti.
Para penghuni panti ini, kata Danil, juga mengikuti pembinaan seperti kegiatan bermain, pelatihan musik, bimbingan rohani, serta olahraga. Kegiatan ini penting sebagai bekal bagi para PMKS setelah tak berada di panti.
"Kami juga selalu sediakan makan tiga kali sehari. Menunya selalu berganti, ada nasi, ayam, ikan, dan buah-buahan," ucapnya.
Meski mendapatkan makanan dan tempat tinggal, Danil menegaskan, para penghuni tak dipungut biaya sepeser pun. Semua kegiatan yang ada di panti ditanggung oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta. Danil mengaku tak tahu pasti berapa besar anggaran yang disediakan bagi kebutuhan panti.
"Saya kurang tahu anggaran untuk panti berapa, tapi itu selalu ada tiap tahun. Jadi kami jamin tidak ada pungutan apapun pada mereka," tuturnya.
Bahkan, lanjut Danil, seorang pengemis pernah menawarkan padanya uang Rp200 ribu agar dibebaskan. Namun ia langsung menolak dan memarahi pengemis tersebut.
"Harusnya saya yang ngasih dia uang sebagai santunan. Mau dikasih sebesar apapun tidak akan kami terima, mereka tetap dibina di panti," katanya.
Terlebih banyaknya PMKS yang terjaring razia lebih dari satu kali membuatnya lebih mengenali para PMKS. Danil mengaku kerap bertemu PMKS yang sudah tiga kali tinggal di panti.
"Mereka enggak kapok karena enggak ada kerjaan. Baru keluar sudah masuk lagi. Kalau seperti itu kami perpanjang masa penahananya," tutur Danil.
Untuk satu kali masa penahanan PMKS yang terjaring razia, pihak panti memberikan tenggat waktu hingga 21 hari. Menurut Danil, PMKS bisa dipulangkan sebelum batas waktu tersebut jika telah dijemput keluarga atau kondisinya sehat.
"Kami tidak pernah mempersulit kok. Bahkan PMKS yang dari luar Jakarta selalu kami biayai untuk dipulangkan ke daerah asalnya," ucapnya.
(sur)