Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa hukum pihak pemohon Ichsan Zikry mengaku puas dengan sidang uji materi prapenuntutan yang digelar hari ini, Selasa (29/3) di Mahkamah Konstitusi. Menurutnya, keterangan dari para ahli pihak pemohon mengukuhkan perlu adanya pembenahan dalam sistem peradilan KUHP Khusus di Indonesia.
Pembenahan itu, khususnya koordinasi antara jaksa penuntut umum dengan penyidik yang selama ini jaksa penuntut umum seolah tidak dilibatkan dalam proses penyidikan sebuah perkara.
Menurutnya, hasil keterangan para ahli di dalam ruang sidang semakin membuka pandangan bahwa ada yang kurang tepat dalam sistem peradilan yang selama ini diterapkan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tadi keterangan ahli-ahli di dalam juga ternyata mendukung. Para ahli ternyata juga sudah melihat bahwa sistem peradilan pidana yang ada perlu pembenahan," tutur Ichsan.
"Kita ingin menunjukan fungsi jaksa penuntut umum dalam proses penyidikan sebagai supervisi penyidik (polisi) itu secara universal adalah ideal."
Dalam sidang hari ini, pihak pemohon menghadirkan tiga orang ahli antara lain Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Trisakti Professor Andi Hamzah, Pakar Prosedur dan Hukum Kriminal Komparatif Sekolah Hukum Universitas Saint Louis Professor Stephen C. Thaman, dan praktisi hukum sekaligus dosen Hukum Universitas Indonesia Luhut M.P Pangaribuan.
Pihak pemohon yang tergabung dalam Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI FHUI) ini memperkarakan masalah bolak-balik berkas perkara antara penyidik dan jaksa penuntut umum. Hal tersebut disebabkan karena fungsi penuntut umum tidak diikutsertakan dalam proses penyidikan perkara.
Menurut Ichsan, peran penuntut umum dalam proses penyidikan penting untuk diikut sertakan dalam meminimalisir kesalahan jaksa untuk menilai perkara secara hukum seusai pelimpahan perkara. Selama ini polisi berjalan sendiri sebagai pihak yang berwenang dalam penyelidikan dan penyidikan perkara tanpa supervisi dari jaksa penuntut.
hal itu, tuturnya dapat membuka celah kesewenang-wenangan penyidik dalam proses penyidikan, kriminalisasi, hingga korupsi di kalangan aparat penegak hukum serta memperbesar kesalahan jaksa dalam menilai suatu kualitas perkara.
Harapan pihak pemohon dari digelarnya sidang hari lebih pada bagaimana Mahkamah Konstitusi menyikapi perkara ini.
"Harapannya saat kita di legislasi DPR, yang tercapai bukan lagi seputar kompromi politik namun lebih kepada kepentingan terbaik bagi publik," kata Ichsan.
Sebelumnya, pada 2015 pihak pemohon mengajukan permohonan uji materi kepada MK dengan nomor perkara 130/PUU-XIII/2015 mengenai beberapa pasal dalam KUHAP antara lain pasal-pasal terkait materi prapenuntutan seperti Pasal 109 ayat (1), Pasal 14 huruf b, Pasal 138 ayat (2), Pasal 139, dan Pasal 14 huruf i KUHAP.
Uji materi pasal-pasal dalam UU tersebut terkait materi yang mengatur pola koordinasi berkas perkara antara penyidik dengan penuntut umum. Menurutnya, hal ini diperlukan sebagai penguatan peran penuntut umum dalam perkara penyidikan sebuah kasus, yang selama ini seorang jaksa penuntut umum tidak memiliki kewenangan untuk mengontrol mapun mengawasi bagaimana proses penyidikan itu berjalan. Akibatnya Jaksa tidak mengetahui proses penyidkan sudah sesuai prosedur atau tidak. Selama ini proses penyidikan hanya bagian dari wewenang penyidik.
Beberapa pasal yang diuji materikan dalam UU KUHAP antara lain pasal-pasal terkait materi prapenuntutan seperti Pasal 109 ayat (1), Pasal 14 huruf b, Pasal 138 ayat (2), Pasal 139, dan Pasal 14 huruf i KUHAP.
Berdasarkan keputusan Ketua Hakim Arief Hidayat, sidang selanjutnya akan dilaksanakan pada tanggal 13 April mendatang di Mahkamah Konstitusi.
(pit)