Jakarta, CNN Indonesia -- Keluarga alrmarhum terduga teroris Siyono meminta bantuan advokasi kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah agar dilakukan autopsi jenazah dilakukan secara independen. Hal ini penting bagi keluarga karena sejak jenazah Siyono diterima dari kepolisian, keluarga belum mengetahui penyebab pasti kematiannya.
"Keluarga butuh advokasi dan ingin autopsi secara independen karena keluarga tidak tahu apa penyebab kematian. Mereka hanya menerima jenazah sudah dalam keadaan terbungkus kain kafan," kata Dahnil saat dikonfirmasi Selasa (29/3).
Menurut Dahnil, keluarga Siyono yang diwakili istrinya, Suratmi, masih mempertanyakan kematian yang menimpa suaminya. Dia menilai masih terdapat banyak kejanggalan kematian Siyono.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suratmi hari ini telah mendatangi Kantor PP Muhammadiyah di Yogyakarta untuk meminta perlindungan advokasi dan permintaan autopsi. "Keluarga merasa tertekan dan takut," tutur Dahnil.
Suratmi mendatangi Muhammadyah dengan membawa bungkusan yang diduga berisi uang. Bungkusan itu diduga diberikan oleh oknum Densus 88 saat penyerahan jenazah Siyono kepada keluarga di Kramat Jati, 12 Maret lalu.
"Sampai saat ini bungkusan tersebut belum dibuka, diperkirakan berisi dua tumpukan uang," ujar Dahnil. Bungkusan itu akan dibuka ke publik saat proses otopsi telah berlangsung.
Siapkan 300 PersonelPimpinan PP Muhammadyah menyiapkan 300 personel atau yang dikenal dengan Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (KOKAM) untuk mendampingi proses autopsi jenazah Siyono.
"Besok (30/3) di Klaten akan dilakukan autopsi. Saya perintahkan sekitar 300 KOKAM dari Yogya dan Klaten untuk mengawal proses otopsi," kata Dahnil.
Penyiapan personel diperlukan untuk antisipasi keamanan di lapangan. Autopsi tersebut akan dikakukan di salah satu rumah sakit milik Muhammadyah di Klaten.
Kematian Siyono dinilai memiliki kejanggalan. Berdasarkan hasil investigasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS), keluarga tidak menerima rekam medik atau berkas visum dari kepolisian. Saat itu Ayah Siyono yang buta huruf hanya diminta menandatangani surat pernyataan mengikhlaskan kematian Siyono.
KontraS curiga terdapat penyiksaan selama proses penangkapan oleh polisi. Sebab ditemukan luka di sekujur tubuh Siyono yang, menurut mereka, sulit dipercaya sebagai aksi pembelaan diri saat Siyono menyerang anggota Densus di dalam mobil yang membawanya ke kantor polisi.
(gil)