Jakarta, CNN Indonesia -- Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyampaikan, pihaknya tengah berkoordinasi secara intens dengan pimpinan militer Filipina, Jenderal Hernando Iriberri, dalam upaya penyelamatan anak buah kapal (ABK) Brahma 12 dan Anand 12 yang dibajak dan disandera oleh kelompok Abu Sayyaf.
Gatot menuturkan, seperti yang disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sebelumnya, prioritas utama pemerintah Indonesia saat ini adalah menyelamatkan warga negara.
"Kemudian sekarang, berdasarkan monitor, saya koordinasi dengan Chief of Staff (angkatan bersenjata) Filipina, Jenderal Iriberri, bahwa lokasi (penyanderaan) ada di negara Filipina. Mereka sudah tahu tempatnya. Setiap saat saya koordinasi, monitor," ujar Gatot di Gedung Sudirman, Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (30/3).
Gatot pun berkata kepada Iriberri soal kesiapaannya untuk membantu apapun yang diperlukan oleh Pemerintah Filipina dalam upaya pembebasan ABK ini. "Saya menyampaikan bahwa apapun yang diperlukan Pemerintah Filipina, kami siap. Siapnya bagaimana? Itu adalah urusan saya," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Gatot, kerjasama dan koordinasi dengan Pemerintah dan pasukan militer Filipina sejauh ini berjalan dengan sangat baik dan terbuka. Ia mengaku melakukan pertukaran informasi untuk memastikan, menguak, dan memberikan gambatan mengenai kekuatan kelompok Abu Sayyaf.
"Jadi kelompok Abu Sayyaf itu fraksi-fraksinya banyak. Kemudian, sedang diteliti fraksi-fraksi yang mana, sempalan-sempalan yang mana. Itu nanti ditanyakan pada Pemerintah Filipina," ujarnya.
Selama ini, tutur Gatot, pasukan militer Indonesia dan Filipina melakukan patroli bersama di wilayah perbatasan, namun kedua pihak tidak bisa melewati perbatasan negara masing-masing. Oleh karena itu, ucapnya, jika TNI ingin memantau ke lokasi penyanderaan secara langsung, maka harus meminta perizinan kepada Pemerintah Filipina terlebih dahulu.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan ada dua kapal yang dibajak Abu Sayyaf, yakni Brahma 12 dan Anand 12, yang membawa 7 ribu ton batu bara. Brahma 12 sudah dilepas dan kini di tangan otoritas Filipina, namun Anand 12 dan sepuluh awaknya masih disandera.
Wakil Komandan Pasukan Khusus Zambasulta, Mayor Jenderal Demy Tejares, seperti dikutip dari Inquirer, mengatakan Brahma 12 itu berlayar dekat Pulau Tambulian saat dua bersaudara anggota Abu Sayyaf, Nickson dan Brown Muktadil, naik ke kapal tersebut.
Nickson dan Brown Muktadil merupakan anggota brigade Abu Sayyaf pimpinan Alhabsy Misaya. Mereka kemudian menodongkan senjata kepada para ABK.
Kelompok Abu Sayyaf yang berbaiat kepada ISIS kerap melakukan penculikan, pengeboman, dan pembunuhan di wilayah selatan Filipina.
Kelompok itu meminta tebusan sekitar Rp15 miliar sebagai kompensasi pembebasan para anak buah kapal. Namun pemerintah RI keberatan memenuhi tuntutan itu. Negosiasi hingga kini dikabarkan masih berlangsung.
(pit)