Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menyatakan KPK tengah mempelajari dugaan keterkaitan anak perusahaan Agung Sedayu Group dalam kasus dugaan suap pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) reklamasi teluk Jakarta.
"Kaitannya masih dipelajari. Keterlibatannya juga masih dipelajari," ujar Saut dalam pesan singkat kepada media, Selasa (5/4).
Saut menyampaikan, KPK belum berencana melakukan peningkatan status atas dugaan tersebut. Namun, berdasarkan hasil keterangan dan beberapa dokumen yang disita oleh penyidik KPK, Saut menduga Agung Sedayu Group melaku Direktur Utamanya Aguan Sugianto Kusuma terlibat dalam pembahasan Raperda tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Penyelidikan) belum masuk ke perusahaan lain. Ada
small signal (sinyal dugaan keterlibatan Aguan). Masih akan dikembangkan oleh penyidik," ujarnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, PT Kapuk Naga Indah yang merupakan anak perusahaan Agung Sedayu Group merupakan salah satu korporasi yang memiliki izin pelaksanaan proyek bernilai triliunan tersebut. Selain itu, PT Muara Wisesa Samudera yang duga juga anak perusahaan Agung Sedayu Group juga diketahui mendapat izin untuk mereklamsi.
Kasus dugaan intervensi atas Raperda Teluk Jakarta mencuat ketika anggota DPRD DKI Fraksi Gerindra Mohamad Sanusi ditangkap dalam operasi tangkap tangan KPK di sebuah mal di Jakarta Selatan, Kamis (31/3) lalu.
Selain Sanusi, KPK juga menangkap karyawan PT Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro selaku perantara pemberi uang kepada Sanusi dari Presiden Direktur PT APL Ariesman Widjaja. KPK menyita uang sebanyak Rp1,14 miliar dalam OTT tersebut.
Fulus diduga melicinkan PT Agung Podomoro Land untuk mempengaruhi proses pembahasan dua Rancangan Perda yang akan dibahas Sanusi, yakni Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di Provinsi Jakarta tahun 2015-2035, serta Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai di Jakarta Utara.
Sanusi dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Sementara Ariesman dan Trinanda dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
(obs)