Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II RJ Lino menilai ada penyelundupan hukum atas putusan sidang praperadilan perkara korupsi pengadaan tiga Quay Container Crane (QCC) di bekas perusahaannya, Januari lalu.
Menurut kuasa hukum Lino, Maqdir Ismail, penyelundupan hukum dapat dilihat pada amar putusan praperadilan kasus Pelindo II. Dalam putusan tersebut ada pernyataan yang berbunyi 'penyelidik dapat melakukan pemeriksaan tersangka.'
"Undang-undang itu menyebut 'tersangka' ketika sudah sampai tahap penyidikan. Dalam UU KPK juga seperti itu. Inilah salah satu bentuk penyelundupan hukum dalam putusan praperadilan itu," kata Maqdir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (6/4).
Atas dasar tersebut, Lino pun memilih untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan praperadilan kasus gang menjerat dirinya. Namun, pendapat kuasa hukumnya di atas langsung dijawab Tim Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi di waktu terpisah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nur Chusniah, salah satu anggota Biro Hukum KPK, berkata pengajuan PK oleh Lino tidak tepat sasaran. Ia menilai permohonan PK seharusnya ditolak karena putusan praperadilan sudah bersifat inkracht dan tak ada penyelundupan hukum di dalamnya.
"Pemohon PK tidak memiliki dasar hukum sebagaimana ketentuan yang diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2014 junto Pasal 263 ayat 2 huruf KUHAP. Pertimbangan hakim praperadilan dalam putusan Nomor 119/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel juga telah benar menurut undang-undang dan tidak ada penyelundupan hukum," kata Nur.
Lino mengajukan PK ke Mahkamah Agung setelah hakim praperadilan PN Jakarta Selatan menolak seluruh permohonan yang diajukannya, akhir Januari lalu. Hakim menyatakan KPK yang menetapkan Lino sebagai tersangka telah sesuai dengan hukum yang berlaku.
Hakim PN Jakarta Selatan akan menilai apakah gugatan ini layak berlanjut ke MA atau tidak. Lino menjadi tersangka oleh KPK sejak pertengahan Desember tahun lalu, karena diduga melakukan penunjukan langsung perusahaan pengadaan proyek QCC pada 2010.
Lino dianggap melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(yul)