Jakarta, CNN Indonesia -- Kejaksaan Agung masih enggan menindak para jaksa yang telah ditetapkan sebagai tersangka suap kasus korupsi dana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di Kabupaten Subang pada 2014.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan dua jaksa dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dan Jawa Tengah sebagai tersangka kasus suap, yakni Devianti Rochaeni (DVR) dan Fahri Nurmallo.
Saat disinggung mengenai status pekerjaan Devi dan Fahri saat ini, Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Widyo Pramono hanya menjawab dengan singkat.
"Tunggu hasil kesimpulan terakhir. Semua berjalan sesuai prosedur. Tunggu nanti kesimpulan akhir, belum berakhir ini. Pesta masih berjalan," kata Widyo, Rabu (13/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Devi dan Fahri diduga menjadi penerima suap dari Jajang Abdul Kholik (JAH) yang merupakan terdakwa kasus tindak pidana korupsi penyalahgunaan anggaran BPJS Kabupaten Subang pada 2014, mantan Kepala Bidang Pelayanan Dinas Kesehatan Lenih Marliani (LM) istri terdakwa JAH, dan Bupati Subang Ojang Sohandi.
KPK menetapkan para pemberi dan penerima suap terkait kasus BPJS sebagai tersangka. Kasus suap ini terungkap dalam operasi tangkap tangan di Kejati Jawa Barat Senin (11/4) lalu.
Lembaga adhyaksa sempat menuduh KPK menyalahi prosedur. Widyo mengatakan operasi tangkap tangan KPK tidak disertai berita acara dan surat perintah. "Seharusnya kan itu harus dilakukan."
KPK membalas kritik Widyo atas operasi tangkap tangan itu. Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan, lembaganya memiliki dasar hukum sendiri dalam melakukan operasi yakni Undang-Undang KPK. Sehingga, KPK tidak wajib melapor terlebih dahulu ke Kejagung sebelum melakukan operasi tangkap tangan.
"KPK bergerak sesuai UU KPK tidak perlu dapatkan izin dari Kejagung," ujar Laode di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (12/4).
(yul)