Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga internasional, Human Right Watch (HRW), mendorong pemerintah mengungkap pelaku peristiwa pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu, agar hal serupa tidak terjadi di masa mendatang. Hal ini sebagai respons atas rencana kegiatan simposium yang akan dilakukan pemerintah.
Direktur Eksekutif HRW Kenneth Roth mengatakan simposium penting sebagai pendekatan baru dalam penyelesaian masalah HAM di masa lalu. Namun, dia menegaskan proses keadilan harus tetap dilakukan.
"Penting bagi kami untuk mengangkat siapa yang kira-kira menjadi pelaku agar semua tidak terjadi lagi. Kami berharap bahwa semua hal ini bisa disampaikan di atas meja dan secara terbuka," kata Kenneth dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (13/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kenneth berkata, pihaknya telah melakukan beberapa kali pertemuan dengan pemerintah untuk mencari opsi keadilan dalam penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu. Dia berharap agar pemerintah melaksanakan proses rekonsiliasi secara jujur dan terbuka.
Selain itu, Kenneth berharap agar pemerintah menindaklanjuti secara serius, surat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia kepada Presiden Amerika Serikat. Hal itu, tambah dia, untuk membuka arsip mengenai keterkaitan negara paman sam dengan peristiwa yang terjadi di Indonesia, khususnya pada tahun 1965 dan 1966.
"Kami mengajak pihak pemerintah kepada pemerintah Amerika Serikat untuk membuka arsip yang kami rasa penting mendukung langkah simposium ini," kata Kenneth.
Sebab, kata dia, Amerika Serikat pernah membuka arsipnya atas permintaan dari berbagai negara seperti Argentina, Ekuador dan Guatemala untuk mengungkap kasus kejahatan perang. Maka, dia pun yakin Amerika Serikat akan membukanya untuk Indonesia jika pemerintah menunjukan komitmen itu.
Aktivis HRW Indonesia Andreas Harsono mengatakan proses rekonsiliasi dan mencari kebenaran dalam kasus pelanggaran HAM masa lalu, merupakan dua sisi mata uang yang tidak dapat terpisahkan.
Selain itu, Andreas berkata setelah lebih dari 30 tahun peristiwa 1965, masih banyak hal yang belum diketahui termasuk peranan pemerintah Amerika Serikat. Menurutnya, Amerika Serikat memiliki arsip yang diminta Komnas HAM bulan lalu.
Dia juga menekankan, dokumen atau arsip yang diminta, merupakan upaya untuk membantu penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu.
"Dokumen ini bukan pengganti, tetapi hanya membantu penyelesaian," kata Andreas.
Andreas meminta agar pemerintah Indonesia mendukung langkah Komnas HAM dengan secara serius meminta Amerika Serikat membuka arsip yang mereka miliki.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, untuk mewujudkan target penyelesaian kasus pelanggaran HAM, pemerintah akan menyelenggarakan forum publik.
Mantan Kepala Staf Presiden itu menuturkan, pemerintah masih akan membahas detail rencana agenda yang diampu oleh Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Sidharta Danusubrata, Agus Widjojo dan Andi Widjajanto tersebut.
(bag)