Jakarta, CNN Indonesia -- Gersang dan panas, setidaknya itu yang langsung dirasakan saat CNNindonesia.com menyambangi kawasan Kalijodo di antara kota administrasi Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Tak lagi ada bangunan di bantaran kanal banjir barat, karena semuanya telah rata dengan tanah dalam penertiban yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Kawasan yang semula menjadi tempat mangkal pekerja seks komersial tak lagi seramai dulu, sebelum penertiban dilakukan hampir dua bulan lalu.
Imbasnya tentu tidak sedikit, perputaran uang menipis. Tak melulu soal prostitusi, hiburan ataupun perjudian yang aktif di malam hari, mereka yang menggantungkan hidup dari ramainya Kalijodo harus pasrah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adalah Ani, ia berasal Lampung. Sudah 10 tahun ia lakoni untuk berjualan makanan di dekat Kalijodo. Dia tak berjualan di lokasi penertiban, namun di sebrang area penggusuran.
Ia membuka warung makan. Warung makan pada umumnya yang menjajakan panganan untuk makan siang atau makan malam. Rasanya lumayan enak jika disesuaikan dengan harga yang Ani berikan kepada pelanggan, termasuk kepada CNNindonesia.com.
Sambil bersantap, Ani pun tak kuat untuk bercerita soal beratnya mendulang rupiah pasca penggusuran oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Makanan tak kunjung habis di setiap harinya.
"Dulu itu yang berjualan di sini banyak, mas. Namun setelah dibongkar jadi sepi," kata Ani.
Ani bertahan, tapi entah untuk berapa lama, karena pedagang serupa Ani memutuskan pergi dari Kalijodo. Ani tak merinci seberapa jauh pemasukannya dulu dengan sekarang, tapi melihat sepinya Kalijodo sekarang semua itu menjadi masuk akal.
Panganan yang dibuat Ani bukanlah incaran orang-orang yang bekerja di pabrik sepatu di dekat Kalijodo, melainkan oleh para pekerja seks komersial yang ada di sana. Para PSK itu kadang sudah antri sedari subuh.
Menurut Ani, aktivitas syahwat Kalijodo berakhir setiap 04.00 WIB saat kafe-kafe mulai redup. Saat itu, PSK mulai keluar untuk mencari makan sebelum mereka beristirahat.
"Jadi saya itu baru buka pukul setengah lima (04.30 WIB) dan itu cewek-cewek udah pada antri," ujar Ani.
Perempuan-perempuan cantik itu tak sabar karena makanan tak kunjung disajikan. Ada momen di mana para PSK itu malah merangsek masuk ke dapur karena tak mampu menahan lapar setelah "bekerja" semalaman.
"Saya buka setengah lima dan jam 09.00 WIB sudah tutup lagi, pas (PSK) masih ada mencari uang di sini gampang."
Usai penertiban, pelanggan Ani mayoritas lebih memilih kembali ke kampung halamannya tapi ada juga yang menetap di Jakarta tapi berpindah tempat.
Hilangnya para PSK berarti hilang juga "pelanggan" setia di warung Ani. Mereka yang tadinya mengantri makanan tiap adzan Subuh berkumandang sekarang tinggal kenangan.
Ani dan beberapa temannya yang masih berjualan di dekat Kalijodo merasakan perbedaan yang kentara sejak penertiban dilakukan. Menurut dia, "Semua merasakan itu (susahnya cari uang), dan sekarang makanan saya bisa sampai Magrib beru habis."
Ia kesal dengan Pemprov DKI yang menertibkan Kalijodo, warga sana menganggapnya sebagai penggusuran, dan Ahok ia nilai layak mendapatkan amarah dan kekesalannya.
"Jangan lah kayak Ahok, dia hanya menyengsarakan rakyat kecil saja."
(pit)