Jakarta, CNN Indonesia -- Pengacara tersangka suap Mohamad Sanusi, Krisna Murthi menyatakan isi pembicaraan kliennya dengan Sunny Tanuwidjaja terkait dengan draft pasal Raperda reklamasi teluk Jakarta yang belum disepakati antara DPRD DKI dengan Pemda DKI.
"Ada sebelas pasal di dalam draft yang masih ada antara DPRD DKI dengan Pemda DKI yang belum klop," ujar Krisna saat dihubungi media, Selasa (19/4).
Krisna mengatakan, dalam perbincangan tersebut Sunny yang telah menghubungi Sanusi. Ia mengklaim, dalam perbincangan tersebut Sunny meminta penjelasan Sanusi terkait dengan alasan belum disahkannya seluruh pasal-pasal tersebut. Pernyataan kliennya tersebut, kata Krisna, sudah dituangkan dalam berita acara pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi Sunny ini sangat aktif dalam membahas Raperda," ujarnya.
Krisna berkata, Sunny adalah orang yang telah diminta oleh Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk mengurusi pembahasan raperda tersebut. Hasil perbincangan tersebut, kata Krisna, kemungkinan langsung disampaikan kepada Ahok.
"Bisa diterjemahkanlah. Sunny itu bukan orang Pemda, bukan anggota DPRD DKI, dan bukan dari PT Agung Podomoro Land juga," ujar Krisna.
Lebih lanjut, Krisna menuturkan, salah satu pasal yang terdapat dalam draft dan belum disepakati oleh kedua belah pihak, yaitu terkait dengan pengelolaan sampah di atas lahan reklamasi tersebut. Namun, ia enggan menjelaskan secara rinci alasan belum disahkannya pasal-pasal tersebut.
"Ada beberapa poin pasal-pasal yang belum selesai dibahas yang tinggal difinalisasi saja. Di antaranya sampah dan lain-lainnya," ujar Krisna.
Sebelumnya, Sunny telah dicegah ke luar negeri oleh KPK. Sunny juga sudah diperiksa sebagai saksi untuk Sanusi oleh KPK terkait kasus tersebut. Ia mengaku sebagai penghubung antara pengembang dengan Pemda DKI dalam pembahasan Raperda tersebut.
Raperda yang menjadi obyek suap yakni Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di Provinsi Jakarta tahun 2015-2035 mengatur kawasan peruntukan di pesisir Jakarta termasuk pulau-pulau reklamasi dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai di Jakarta Utara.
Negosiasi kedua beleid ini tak kunjung rampung. Baik eksekutif maupun legislatif menemui jalan buntu, salah satunya ketika membahas kontribusi tambahan pengembang yang perlu dibayarkan dalam bentuk uang kepada pemerintah DKI Jakarta.
Pemerintah mengusulkan pengembang diwajibkan membayar 15 persen x luas lahan yang dijualbelikan (di pulau reklamasi) x Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).
Namun, DPRD tak sepakat dengan penghitungan tersebut lantaran dinilai memberatkan pengembang. DPRD menilai kontribusi tambahan dapat diperoleh dari konversi nilai kontribusi sebanyak 5 persen dari lahan di pulau-pulau reklamasi.
Sementara itu, KPK telah menetapkan tersangka Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta M Sanusi, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Group Ariesman Widjaja dan seorang karyawan Agung Podomoro bernama Trinanda Prihantoro. Sanusi diduga menerima suap dari Ariesman terkait Raperda Reklamasi ini sebanyak Rp2 miliar.
(bag)