Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemilihan Umum menggelar rapat koordinasi untuk mendengarkan pendapat berbagai kementerian dan lembaga berkenaan dengan mekanisme penyelenggaraan pilkada di daerah otonomi khusus (otsus), yakni Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Daerah Istimewa Aceh, dan Papua Barat.
Dalam rapat koordinasi ini, Ketua KPU Husni Kamil Manik mengundang perwakilan dari Kementerian Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Husni menuturkan, akan ada 101 daerah yang mengikuti pilkada 2017 nanti, yang terdiri dari 7 provinsi, 76 kabupaten, dan 18 kota, termasuk tiga daerah otonomi khusus tersebut dan daerah otonomi baru yang berada di wilayah Sulawesi Tenggara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Husni mengaku telah mengumpulkan perwakilan dari ketiga provinsi yang merupakan daerah otonomi khusus tersebut untuk membahas hal-hal yang berhubungan dengan mekanisme penyelenggaraan pilkada, mengingat adanya beberapa persyaratan khusus di daerah otsus yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang.
"Ketiga provinsi tersebut memiliki pengaturan khusus yang menyangkut proses pemilihan kepala daerahnya. Kegiatan yang kami lakukan itu merupakan kegiatan awal untuk mendapatkan informasi untuk mengetahui penyelenggaraan pemilu kepala daerahnya," ujar Husni di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Selasa (19/4).
Husni menjelaskan, saat ini terdapat sepuluh paket Peraturan KPU (PKPU). Namun, untuk Pilkada 2017 nanti, pihaknya merencanakan untuk menambah satu paket dalam PKPU menyangkut tiga daerah khusus tersebut.
Ia pun mengaku sempat membahas mengenai opsi memasukkan satu paket peraturan tambahan itu ke dalam sepuluh paket peraturan sebelumnya atau memisahkan sendiri satu paket peraturan tambahan itu menjadi peraturan khusus.
"Ada diskusi internal kami apakah satu peraturan khusus dimasukkan sepuluh peraturan yang sudah ada atau satu peraturan khusus. Kami mengambil opsi ke-2, jadi kami menambah peraturan, dari sepuluh menjadi sebelas," katanya.
Husni memberi contoh persyaratan khusus dalam pemilihan kepala daerah yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Aceh, yang tidak tercantum dalam UU Nomor 8 Tahun 2015. Di sana, ucapnya, terdapat persyaratan khusus di mana calon kepala daerah dan wakilnya harus bisa membaca Al-Quran.
"Misalnya, seorang calon kepala daerah dan wakil kepala daerah harus bisa baca Al-Quran. Ini di UU Nomor 8 Tahun 2015 tidak ada, tapi di Undang-Undang Pemda Aceh ada. Di Aceh juga ada partai lokal, sedangkan di UU Nomor 8 Tahun 2015 tidak mengenal partai lokal," ujarnya.
Sementara persyaratan khusus di Provinsi Papua Barat yang tidak tercantum dalam UU Nomor 8 Tahun 2015, tutur Husni, misalnya keharusan seorang calon gubernur dan wakil gubernur sebagai orang Papua asli.
"Di Papua Barat ada persyaratan calon tambahan di mana calon gubernur dan wakil gubernur harus orang Papua asli. Ini tidak ada di UU Nomor 8 Tahun 2015," katanya.
(obs)